07

15.7K 1.1K 80
                                    

Never be Alone, Shawn Mendes

Keita berjongkok melihat gundukan tanah yang masih basah di depannya. Tangan mungilnya digunakan untuk memegang nisan itu. Kemudian mengusap dan menciumnya perlahan.

Air matanya terus mengalir bersamaan dengan hadirnya kepingan-kepingan memori antara ia dan almarhum papanya.

"Papa jangan tinggalin, Kei!"

"Papakan udah janji mau ngajak Kei lari pagi besok."

Keita masih menangis sambil menguapkan kekesalan. Ia merasa Tuhan terlalu terburu-buru memanggil sosok pria yang begitu dikaguminya.

Bahkan Keita belum mewujudkan satu persatu daftar keinginan yang berhubungan dengan pria itu.

Dian adalah sosok pria hebat yang pernah Keita punya. Keita menganggap pria itu sebagai pahlawannya, karena ia selalu berusaha mewujudkan semua impian kecil Keita.

Hanya saja, beberapa bulan sebelum Dian meninggal karena kecelakaan, Dian jarang berada di rumah karena pekerjaan di luar kota sedang menunggu.

Hal itulah yang membuat Keita jarang bertemu Papanya. Ia bisa bertemu dengan pahlawannya hanya sebulan sekali, itupun hanya 2 hari tidak lebih.

Keita sudah hafal tanggal-tanggal saat Dian pulang dan pergi bekerja. Untuk itu, Keita membuat beberapa wishlist mini yang berhubungan dengan pria itu.

Dengan tulisan cekeran ayamnya, Keita membuat sekitar 50 permintaan. Seiring berjalannya waktu, impiannya hanya tersisa 7, itupun belum sempat ia wujudkan.

Impian Keita mudah, dan tidak terkesan muluk-muluk. Namun, karena terhambatnya waktu dan pekerjaan, impian yang mudah itu terasa sulit bagi Dian.

Keita pernah meminta Dian untuk datang ke pertunjukan baletnya. Hanya saja, Dian selalu menolak dengan alasan pekerjaan.

Keita kecil berlari menghampiri Dian yang baru saja melonggarkan dasinya. "Papa, besok datang ke pertunjukan aku ya?" pinta Keita dengan wajah terimut yang ia punya.

"Papa nggak bisa sayang, ada kerjaan. Biar Mama sama Kak Leo aja ya yang dateng," ucapnya sambil mengusap poni Keita.

"Tapi aku maunya Papa yang dateng."

Dian menggelengkan kepala pelan. "Papa nggak bisa, Kei."

Keita mengubah raut wajahnya menjadi kecewa, dan mulai berkaca-kaca. Kemudian Keita berlari ke kamar tanpa memerdulikan teriakan Dian.

Setelah menemukan apa yang ia cari, Keita berlari kembali menemui papanya, dan membanting benda yang ia bawa.

PRANGGG

"KEITA!" bentak Dian saat uang di celengan ayam itu berceceran hingga kemana-mana. "Apa yang kamu lakukan?!"

Keita tidak peduli kemarahan Dian, yang harus dilakukann sekarang adalah mengumpulkan uang yang berceceran itu.

Setelah mengumpulkan uang—yang kebanyakan koin dan lembaran dua ribuan—Keita memberikannya pada Dian.

"Kei mau beli jam kerja Papa," ucapnya yang masih mengulurkan tangan ke arah Dian.

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang