19

11.4K 876 56
                                    

Strong, One Direction

Diego tersenyum tipis melihat Farel. Setidaknya ia tahu, Farel masih peduli pada Keita. Farel sendiri sudah meninggalkan balkon kamar. Melihat hal itu, Diego memilih kembali ke kamar Keita.

Tepat saat ia masuk ke kamar Keita, gadis itu sadar dan memanggil-manggil nama Farel.

"Farel... Farel... Farel?" Buru-buru Diego berlari untuk menjangkau Keita. Gadis itu belum sepenuhnya membuka mata. Bila boleh ditebak Diego, pandangan Keita sekarang masih buram.

"Farel?"

"Ini gue, Diego."

Keita mengusap-usap matanya. Mengecek apakah pandangannya masih kabur atau tidak.

"Diego?" tanya Keita saat ia berhasil mengembalikan pandangannya seperti semula. Ia bangun untuk bersandar di dinding, yang kini dibantu Diego.

"Iya ini gue. Lo kenapa sih?"

"Kalian... kembar?" Keita menautkan dahi. Ia bingung melihat wajah Diego yang ada kesamaan dengan Farel. "Iya, kalian kembar, kan?"

"Kita kembar?" Diego tertawa sambil menggelengkan kepala. "Farel itu anak tunggal, begitupun gue. Gue sama Farel itu emang sepupuan. Dan entah berkah atau musibah banyak orang yang bilang kalau kita kembar."

"Gue ragu. Tapi emang bener banyak kesamaan antara kalian."

Diego ikut bingung, dan bertanya, "Apa aja kesamaan kita?"

"Em, hidung sama-sama mancung, alis sama-sama tebel, tapi...."

"Tapi apa?"

Keita menggaruk tengkuknya. "Iya sih, kalian emang nggak mirip."

"Lo labil tau nggak, Kei."

"Ya gimana, setelah gue perhatiin memang banyak perbedaannya. Dia lebih pendek dari lo tapi lebih tinggi dari gue. Farel punya iris mata cokelat, sedangkan lo hazel. Rambut lo hitam, sedangkan dia agak-agak kecokelatan gitu. Lo cair sedangkan dia beku. Bedalah pokoknya."

Keita mencoba tertawa. Bodoh sekali ia membahas tentang Farel, sedangkan alasan dia menangis, dan pingsan seperti tadi adalah karena laki-laki beku itu.

Diego tahu perasaan Keita. Apalagi saat Keita tiba-tiba menunduk. "Kei, lo nggak papa?"

Dan suara isakan itu kembali terdengar. Keita mengambil guling dan menenggelamkan wajahnya di sana. Ia malu pada Diego. Ia juga tidak ingin Diego melihatnya menangis.

"Kei? Lo nggak boleh sedih cuman gara-gara Farel." Diego mengusap pelan puncak kepala Keita. Membuat Keita mengangkat wajah.

"Apa salah kalau gue berharap lebih sama Farel? Gue cuman pengin Farel ngehargai perjuangan gue. Selama ini gue bela-belain jagain rumah itu. Sabar nunggu dia pulang, dan selalu yakin kalau Farel akan nepatin janjinya. Apa itu salah, Go?"

"Lo nggak salah, Kei. Semua memang butuh pengorbanan."

"Apa yang dimaksud pengorbanan itu selalu berakhir sia-sia?"

"Nggak ada yang sia-sia, Kei. Lo udah berhasil pertahanin rumah itu sampai Farel pulang, itu nggak sia-sia."

"Tapi nggak dengan sikap Farel, Go. Gue nggak nyangka kalau sikap dia ke gue semakin dingin, dan kaya nggak kenal. Itu bahkan nggak pernah gue bayangin," sambar Keita. Ia kembali menjatuhkan wajahnya ke guling yang kini basah dengan air mata.

"Lo nggak berharap Farel jauh lebih friendly, 'kan?

"Kenyataanya itu yang gue mau, Go!"

"Tapi lo nggak bisa maksa Farel untuk jadi orang lain."

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang