21

10.4K 857 42
                                    

Cold As You, Taylor Swift

"Ya ampun Femma jangan tarik-tarik gue dong. Sakit tau." Keita terus meronta saat Femma membawanya ke luar kelas.

Nata yang melihat itu sebenarnya ingin membantu Keita. Tapi urung melakukan saat sorot mata Femma menembus matanya.

Oke, ini bukan karena Nata takut pada Femma bukan. Ia hanya memberikan kesempatan Femma untuk berbicara berdua dengan Keita. Lagipula tatapan Femma tidak terlihat seperti amarah, melainkan kekecewaan. Sepertinya mereka memang punya masalah pribadi.

"Fem, lepasin tangan gue. Sakit tau ditarik-tarik gitu."

Melihat Femma tak merespon ucapannya membuat ia pasrah akan perlakuan Femma. Setidaknya itu masih dalam tahap wajar.

Jika di luar batas kewajaran Keita berjanji tidak akan membiarkan ketua OSIS—yang sok kegantengan—itu pulang dengan tangan baik-baik saja.

Femma baru berhenti berjalan dan melepas genggamannya ketika sampai di ruang musik.

"Fem, lo dikasih makan apa sih! Lihat," ia menunjukan pergelangan tangan yang berwarna kemerahan akibat genggaman Femma, "gue laporin ke Kak Seto lho!"

Bukannya menjawab ia malah mengerang seperti orang kesakitan, sambil menjambak rambutnya.

Keita memiringkan kepalanya agar ia bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki itu. "Fem? Lo, sehat?"

Ia mengangkat wajahnya. Terlihat sendu dan mengenaskan di mata Keita. "Jessica nolak gue, Kei."

"Ha?" Harusnya Keita tidak kaget dengan hal ini. Tapi rasanya ia turut bersalah mengingat dia sendiri yang mengacaukan perasaan Femma.

"Lo bener soal warna biru dan aksesoris. Tapi nggak buat cokelat sama seafood."

"Fem, ini pasti salah gue. Gue, nggak tau kalau Jessica nggak suka sama kedua makanan itu," alibi Keita diikuti wajah menyesal.

"Bukan salah lo kok." Sungguh di luar dugaan jawaban Femma. Ia kira laki-laki itu akan marah dan melampiaskan amarahnya, ternyata ... ia tak melakukannya.

Keita bergumam dengan lirih, "Gue bener-bener nggak tau."

"Lupain yang tadi. Sekarang coba lo cari cara supaya gue bisa tetep PDKT sama Jessica."

"Em," Keita menyapukan pandangannya ke seluruh ruang musik untuk mencari inspirasi, "kenapa nggak nyanyi sambil bawa alat musik aja?" usul Keita.

"Wah ide lo bener-bener," ia bertepuk tangan, "bukan gue banget."

"Kok gitu."

"Pertama, gue nggak bisa nyanyi. Kedua, gue nggak bisa main alat musik."

"Ya terus lo mau gimana?"

"Hm, gimana kalau pakai surat cinta?" Femma menaikkan alisnya tiga kali dan membuat Keita bergidik jijik.

"Alay, kampungan, pasaran, nggak gentle," komentar Keita. "Cowok yang ngirim pakai surat itu sok misterius. Lagian juga kalau suka kan mending diungkapin."

"Kan nggak semua cewek pemikirannya kaya lo, Kei," Femma memutar manik di matanya. "Gue aja sampai sekarang ragu kalau lo itu bener-bener cewek."

Keita membuang napas. "Terserah mulut lo deh Fem. Gue sih ngangguk ngeiyain aja biar lo seneng."

Femma tertawa. "Jadi menurut lo cowok yang ngirim pake surat itu—"

"Nggak gentle, sok misterius, alay, dan kampungan," ulang Keita, tapi kali ini diikuti penekanan.

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang