16

12K 1.1K 82
                                    

What If, Mocca

"Oh, eum yang itu ya? Yang...." Keita mendadak gagap. Ia kira Femma tidak akan menagihnya. Padahal, Keita sudah susah payah menghindar dari dia akhir-akhir ini.

"Lo lupa?" tebak Femma.

"Em, sepertinya gitu."

"Udah gue ingetin kan barusan? Berarti lo inget dong sekarang?"

Keita memutar manik di matanya. Kemudian menatap Femma dengan rasa tak sabar.

"Jadi lo mau apa dari gue?"

"Gampang kok. Jam 4 sore gue jemput di rumah. Dandan yang cantik. Gue nggak mau dikira bawa babu ke mal nantinya."

Keita mengepalkan tangan. Timbul niatan untuk menggunting mulut Femma yang seenaknya nyablak.

"Gue—"

"Nggak nerima penolakan, Keita," sela Femma, sambil menunjukan senyum sinis sebelum akhirnya menjauh dari Keita.

Di belakang, Keita sudah mencak-mencak karena berhasil dibuat tak berkutik dari ketua OSIS sombong itu.

.
.
.

"Cie cakep, mau ke mana, Neng? Arisan?" ledek Leo saat melihat adiknya menuruni anak tangga.

Keita berdecak. Antara memuji dan menyindir memang terdengar beda tipis dari mulut Leo yang kini dipenuhi kripik pisang itu.

"Eh lo ngambil kripiknya dari mana?"

"Tuh," Leo menunjuk meja di dekat kulkas. "Enak lho Kei,"

"Enak gundulmu, itu punya gue Onta! Siniin." Keita merebut setoples kripik tadi dan membawanya ke ruang tamu.

Leo memasukkan sisa kripik yang ada di tangan ke dalam mulut, sambil berjalan mengekori Keita. Kini ia menjilati sisa-sisa bumbu yang menempel di jari.

"Pantesan enak. Minta lagi boleh."

"Pantesan enak," Keita mengulanginya. "Gimana nggak enak, lo kan tinggal makan, nggak beli. Nggak. Ini jatah gue. Lo aja udah makan setengah."

Leo mencibir, "Dasar pelit."

"Yang penting hidup."

"Iya kalau orang pelit itu matinya nggak ada yang gotongin."

"Leo lo ngomongnya pake mati-mati, lo doain gue?"

Leo mengangkat bahu. "Lo mau ke mana sih?"

"Jalan."

"Jalan ke mana?"

"Jalan ke rumah Diego, terus ketuk pintu rumahnya, pas udah dipersilakan masuk permisi pergi ke gudang. Abis itu ngambil golok, kalau udah dapet keluar rumah Diego dan manggil nama lo dari teras rumahnya. Lo ke luar rumah, gue lempar tuh golok. Tamat dan berakhir ceritanya."

"Belum tamatlah! Kan gue menghindar, jadi nggak kena."

Keita mendengus. Apalagi melihat ekspresi kemenangan di wajah Leo. Niat awal ingin membuat kakaknya kesal, tapi ternyata nasib berbalik untuk menikamnya.

"Lo mau jalan sama Femma?"

"Kalau tau ngapain nanya!"

"Ya gue kan pengin denger dari lo."

"Femma ngomong apa?"

Keita memukul pelan tangan Leo saat ia hendak mengambil kripik pisang itu. "Dikit aja."

"Nggak!"

"Awas aja kalau gue beli sendiri, nggak bakal gue kasih," ancam Leo.

"EGP! Femma curhat apa ke lo?"

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang