03

20.7K 1.3K 120
                                    

Ruang Hati, Raisa

Keita mengusap peluh yang menetes di dahi dengan punggung tangan. Selanjutnya, mengipasi wajahnya dengan telapak tangan.

Tadi Keita hanya dihukum sepuluh kali keliling. Bukan karena si ketos menguranginya, melainkan karena perempuan yang tadi hampir menghukumnya mengurangi paksa hukuman itu.

Sedangkan ketos yang ternyata bernama Femma itu hanya bisa pasrah sambil menyumpah serapah kecil.

Cewek selalu menang.

Itu memang kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan seorang Je.

Jangan salah bila ketua OSIS selalu benar dan menang. Wakil pun bisa menang demi meluruskan hal yang salah. Dalam hal ini, Je berhasil membuat Femma bungkam karena kata-katanya.

Karena tak ingin memperpanjang masalah, Femma memilih pergi meninggalkan lapangan.

Namun, jangan kira Keita akan bebas dari hukuman. Gadis itu tetap dihukum karena terlambat. Hanya saja hukuman yang dari tiga puluh lima turun drastis menjadi sepuluh.

Keita menyapukan pandangan ke seluruh lapangan. Sepi. Mungkin semua masih berada di aula, karena hanya dirinya yang masih terjebak hukuman.

Dalam hati Keita berharap ada seseorang yang datang memberinya minum. Sungguh, ia butuh air saat ini. Lari juga berhasil mengurangi tenaga.

Apalagi ia hanya sarapan dengan satu roti isi, dua slices apel juga segelas susu. Tak heran bila energinya cepat terkuras.

Dingin.

Itu yang Keita rasakan saat sesuatu menyentuh pipinya. Keita mengambil minuman kaleng di pipinya dan berniat melihat siapa orang yang berbaik hati membelikannya minum.

"Muka lo kayak orang minta sumbangan. Dalam hal ini bukan uang, tapi air."

Laki-laki itu duduk di samping Keita dengan seragam SMP-nya. Ia juga memakai id card seperti Keita.

Keita mendengus kecil sambil membuka penutup kaleng itu. Ia meneguknya hingga airnya tersisa seperempat.

Setidaknya ia sudah punya kesan pertama tentang sifat si jelangkung ini. Jelangkung julukan yang bagus, bukan? Untuk orang yang tiba-tiba datang.

"Makasih buat airnya," ucap Keita. Ia juga menambahkan seulas senyum tipis.

Ia meneguk minumannya. Air dengan rasa apel yang keluar dari kaleng tadi berhasil membasahi kerongkongan.

Setelah dirasa tak akan ada air yang keluar dari benda itu, ia melempar kaleng tadi di tong sampah yang tak jauh dari lapangan. "Juga sindirannya," lanjut Keita.

Lelaki itu mengangguk. "Lo dihukum?

Keita mengangguk sebagai jawaban. "Lo sendiri?"

Laki-laki itu menghela napas. "Biasalah, telat gara-gara nonton bola tadi malem," jelasnya tanpa diminta.

Keita memutar bola matanya tak peduli. Untuk ukuran orang yang baru dikenal, laki-laki di sampingnya terlalu banyak bicara.

"Cuman penjelasan, anyway."

Bodo amat, teriak Keita dalam hati.

"Ayu... Ayunaarji Ke... Keitampan?" Lelaki itu memiringkan kepala untuk membaca id card Keita. Mungkin karena beberapa huruf ada yang tertutupi lengan Keita, makanya lelaki itu membaca sambil mengeja.

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang