14

13.3K 978 67
                                    

River Flows in You, Yiruma

Jam menunjukan pukul 5 sore. Suhu badan Keita yang awalnya panas berangsur-angsur turun. Hari ini ia terpaksa pulang karena ambruk saat di sekolah.

Saat perjalanan di UKS tadi, Nata memang mengikuti Keita dari belakang. Ia mencium gelagat aneh dari setiap langkah Keita. Pertama berjalan cepat, lalu melambat, kemudian sedikit sempoyongan.

Karena itu, ia segera berlari dan berhenti tepat di depan Keita. Ia masih ingat betul saat Keita mencoba tersenyum tenang untuk memberi kode bila ia baik-baik saja.

Nata tidak bisa dibohongi dengan senyum palsu Keita. Mengingat wajah gadis itu berbeda dari biasanya. Ia terlihat pucat dengan bibir yang kering, seperti kekurangan minum.

Di saat itulah, kaki Keita berubah lemas, seolah tulang-tulang di kakinya telah hilang. Sebelum Keita benar-benar jatuh, Nata segera menangkapnya. Tak mau berpikir dua kali, ia bergegas membopong sahabatnya ke UKS.

Ia tidak memerdulikan pandangan berbeda-beda dari tiap orang yang tadi ia temui saat menuju ke UKS.

Pikirannya hanya tertuju pada satu orang. Keita. Gadis itu harus segera sampai di tempat itu. Bukan apa-apa, Nata menyesal karena tidak meminta bantuan anak PMR untuk membawakan tandu.

Akibat dari sikap sok gentle-nya, Nata harus merasakan pegal akibat berat badan Keita. Semoga saja Keita tidak marah, bila tahu secara tidak langsung Nata menyebutnya ... gemuk.

Baik, lupakan masalah di atas.

Sesampainya di sana Nata meletakkan Keita di atas bangkar. Hampir 7 menit ia di sana, berjalan mondar-mandir secara dramatis, tapi Keita tak kunjung bangun.

Padahal beragam minyak sudah dioleskan di bagian bawah hidung Keita. Baik, sepertinya Nata harus mengoleskannya dengan minyak goreng yang masih panas.

Karena takut terjadi apa-apa, otak Nata mengirimkan sinyal untuk membawanya pulang. Nata tidak tega melihat Keita yang mirip mumi berjalan—kalau nanti Keita siuman—bila dibiarkan berkeliaran.

Setelah mendapat izin dari guru piket, Nata juga diizinkan untuk tidak kembali ke sekolah. Jelas itu membuat laki-laki beralis tebal itu senang. Karena ia bisa terbebas dari rumus fisika yang akan meracuni otak.

Nata yang tahu tidak akan hal menarik bila ia pulang, memutuskan untuk tetap di rumah Keita dan menunggu hinggga gadis itu terbangun.

"Gila ya, udah jam 5 dan lo nggak bangun-bangun?" gumam Nata. "Udah berapa jam lo pingsan? Udah berapa lama gue nungguin lo di sini? Mana berat lagi, nyesel tadi gue gendong lo," cerocos Nata.

Plak.

Tangan kanan Keita mengenai pipi manis Nata sesaat setelah ia menyelesaikan kalimatnya. Mata Keita memang terpejam, namun bibirnya seperti menggumamkan sesuatu.

"Gue nggak berat, Nataek!" bela Keita.

Nata hanya tertawa mendengarnya. Ia senang, akhirnya sahabatnya bisa bangun setelah terbaring selama 5 jam.

"Gue kira lo udah tewas," gurau Nata yang menghasilkan dengusan kesal dari Keita. "Hati-hati."

Nata membantu Keita bangun dan bersandar di dinding. "Lo sejak kapan di sini?" Keita mulai mengajukan pertanyaan.

"Sejak lo pingsan di sekolah. Lo kalau sakit nggak usah masuk."

"Ya habis kalau di rumah juga ngapain."

"Daripada ngerepotin di sekolah."

Keita melebarkan mata. "Lo tau kan letak pintu kamar gue?"

"Tau."

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang