11

15.4K 999 110
                                    

Imagination, Shawn Mendes

"Oke, deal," ucap Keita pada akhirnya sembari menjabat tangan Femma.

"Ulangan fisika lo besok 'kan?"

Keita mengernyit. "Kok lo tau?"

"Kakak lo yang ngasih tau."

"Oh," jawab Keita seadanya, walau kini pikirannya telah dipenuhi beragam rencana balas dendam untuk Leo nantinya.

"Nanti pulang sekolah, lo tunggu gue di parkiran."

"Ha? Ngapain?"

"Gue mau nyulik dan nurunin lo di perempatan lampu merah buat ngamen di sana," jawab Femma asal. " Ya belajar lah!"

"Emang mau belajar di mana?"

"Di rumah lo aja. Gue nggak mau bawa anak orang lama-lama. Karena kita akan lama dan ngebut belajarnya."

"Terserah lo, Fem." Keita mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Femma.

"Eh, lo mau ke mana?" teriak Femma ketika Keita menjauh dari jangkauannya.

"Ke kelas," Keita balas berteriak sambil terus berjalan.

.
.
.

Suara bel pulang sekolah yang berbunyi seperti alarm di pagi hari. Bedanya, bel pulang sekolah memiliki suara yang lebih merdu dibandingkan alarm.

Buktinya, mereka—para laki-laki di deretan paling belakang—langsung bangun setelah mendengar dering bel itu.

"Siang, Pak," ucap para siswa bersamaan setelah guru bahasa Indonesia keluar dari kelas.

"Kei, pulang sama siapa?" tanya Nata sambil memasukkan buku ke dalam tas.

"Nanti pulang sekolah, lo tungguin gue di parkiran."

"Sama...," Keita mencoba mencari alasan, "Leo. Iya sama Leo," dustanya sambil menutup tas sekolah berwarna biru itu.

"Leo nggak bimbingan?"

"Kayaknya enggak deh, Nat. By the way, gue duluan ya," pamit Keita dengan memberikan tepukan kecil di bahu Nata.

Nata menyipitkan mata melihat sikap Keita yang berbeda dari biasanya. "Aneh," gumamnya.

.
.
.

"Hai, calon sahabat."

Keita menghentikan langkah dan memberikan tatapan tak suka pada seseorang di belakangnya, Diego.

"Ngapain lo di sini!"

"Em, gue cuman pengen lebih dekat sama calon sahabat gue." Diego tersenyum lebar di depan Keita. Ia bahkan menekankan kata calon sahabat saat berbicara.

"Talk to my hand!" Keita menunjukan telapak tangannya tepat di depan wajah Diego. "Jangan pernah mikir kalau lo bisa jadi sahabat gue. Nggak pernah terjadi! Bahkan dalam mimpi sekali pun."

Keita tak ingin berlama-lama menghadapi Diego. Karena itu, ia segera menjauh dari laki-laki penjual cupcake sebelum otaknya benar-benar meledak.

"Jangan lupain perjanjiannya, Kei," Diego memperingati. "Gue akan berusaha semaksimal mungkin buat pertahanin rumah itu."

"Selamat bermimpi, Diegorila," teriak Keita tanpa menoleh.

.
.
.

"Perasaan tadi gue nyuruh lo nunggu gue di parkiran, bukan malah gue yang nungguin lo," sindir Femma saat melihat kedatangan Keita.

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang