23

10K 826 23
                                    

Hotline Bling, Drake

Di salah satu kerumunan ada Diego yang memandang ketiga orang itu. Melihat semua yang dilakukan Nata.

Tangannya terkepal erat. Walau suara mereka tidak begitu terdengar, tapi Diego bisa menebak bila baru saja ada hati yang patah.

Sedangkan di bawah pohon, Farel bersidekap. Ia juga memperhatikan gerak-gerik tiga orang yang terlibat pembicaraan serius.

Ia sempat melihat Keita menampilkan mimik kecewa sambil menatap Sania dan Nata bergantian.

Tangannya yang tiba-tiba terangkat untuk memegang dada, dapat menyimpulkan bila gadis itu sedang merasakan sakit yang teramat dalam.

Bagi Diego dan Farel, mereka mungkin sudah terlambat. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Masing-masing mereka teramat kecewa pada diri masing-masing.

Keita sudah berlari menyeruak meninggalkan kerumunan. Tidak ada yang tahu apa yang sudah terjadi. Karena hanya Keita yang merasakannya.

.
.
.

Satu minggu sudah Keita mengabaikan kejadian itu. Ia menjalankan aktivitas seperti biasa. Semua memang tampak normal bagi Keita.

Ia sudah bisa menetralkan detak jantungnya tiap bertemu Nata. Mungkin yang tercipta diantara mereka sekarang adalah suasana canggung.

Keita sendiri bingung bagaimana perasaannya dengan Nata sekarang. Rasanya seperti rujak yang sudah tercampur aduk menjadi satu. Bedanya rasa rujak mudah ia tebak, tapi rasa yang ada untuk Nata, masih abu-abu.

"Nata," Keita mengagetkan laki-laki itu dari belakang. Alhasil bakso yang tadi ada di sendok jatuh kembali ke dalam mangkok. "Makan mulu, pajak jadian kapan?" Keita menaikkan alisnya berkali-kali.

Karena Nata sudah resmi menghilangkan status jomblo, maka tidak ada salahnya kan bila ia meminta sedikit hadiah dari orang yang tak lagi jomblo?

Nata tak menjawab, ia buru-buru membersihkan mulutnya yang sempat terciprat kuah bakso. Selanjutnya berdiri hendak meninggalkan Keita.

Keita yang melihat itu ikut bingung. Ia ikut berdiri saat Nata sudah bersiap untuk pergi.

"Nat, mau kemana?"

"Sorii Kei, gue ada urusan. Gue duluan ya." Tanpa basi-basi Nata melenggang bebas meninggalkan kantin.

Kaki Keita yang awalnya kuat, perlahan lemah seperti tak ada tulang di dalamnya. Ia terduduk sambil mengusap wajahnya frustasi.

Apa tadi Keita berkata bila kehidupannya berjalan dengan normal?

Kalau iya, Keita lupa menambahkan, bila semua berjalan dengan normal kecuali hubungannya dengan Nata.

Ada tembok besar diantara mereka sekarang.

.
.
.

"Kei?"

Keita menoleh sekilas ke kakaknya, kemudian mengembalikan pandangan ke flower crown yang ada di tangannya.

"Lo nggak perlu bantuin gue buat deket sama Jessica."

Flower crown itu terjatuh, diiringi dengan gerakan kepala Keita yang menghadap Leo.

"Gue bahkan belum bantuin lo, Yo."

Leo menggelengkan kepala pasrah. "Nggak perlu. Nggak ada gunanya."

"Lo kenapa sih, jadi aneh gini?"

"Femma," sebelum Leo benar-benar melanjutkan ucapannya Keita sudah dapat menebak bila Leo akan berkata, "dia juga suka sama Jessica."

Tepat.

Flower Crown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang