Rumah begitu sepi hari ini. Bapak pergi kesawah seperti biasa, ibu pun sudah daritadi pagi berangkat ke kantor desa sedangkan si Kala jelas dia sudah ada disekolahannya. 3 hari tanpa ada pekerjaan membuatku bosan. Seharian ini bahkan aku hanya menghabiskan waktuku menatap layar laptop. Tanganku tengah menari nari diatas keyboard menuliskan sebuah tulisan imajinasiku. Tiba tiba suara salam dan ketukan terdengar dari balik pintu rumahku.
"Waalaikumsalam." Kataku sambil membukakan pintu rumah. Aku terkejut dengan sosok yang saat ini tengah tersenyum jahil kepadaku.
"Mau sampek kapan kamu biarin masmu ini berdiri didepan pintu Na?" Tanya Mas Difan membuatku sedikit bergeser agar mas Difan memiliki ruang untuk masuk.
"Mas ngapain disini?" Tanyaku ketus. Aku masih sangat kesal padanya.
"Mau ketemu adek mas yang saat ini lagi ngambek. Nih oleh oleh buat kamu." Kata Mas Difan sambil memberikan bungkusan yang berukuran sedang. Aku hanya diam saat mengambilnya.
"Iya iya aku minta maaf. Aku gak pamit waktu berangkat ke Bali. Panggilan buat liputannya mendadak Na. Sampek disana ada insiden. Hp mas kecopetan. Dan ya kamu pasti tau lah masmu ini paling susah menghafal nomer. Selama disana mas gak menghubungi siapapun kecuali Abdullah itupun dengan ponsel Haris."
"haris??" Tanyaku. Aku mengingat nama itu. Dia salah satu ikhwan yang pernah bertaaruf denganku namun taaruf itu berakhir begitu saja saat dia membaca tulisanku dimasalalu. Ah aku jadi teringat Farhan. Apa dia akan melalukan hal yang sama saat novel itu telah dipasarkan?
"Malah ngelamun. Mau maafin gak nih?"
"Iya aku maafin. tapi mas keterlaluan tau. saat aku sedang dalam dilema pun aku gak bisa meminta pendapat Mas Difan."
"Dilema??? Soal pengunduran diri kamu?" Tanya Mas Difan yang ku balas dengan gelengan cepat. Untuk keputusan itu aku tak perlu meminta pendapatnya.
"Lalu? Oh iya kamu punya hutang cerita soal pengunduran diri kamu ini."
"Ada yang melamarku mas. Dua hari lalu dia memintaku pada bapak."
"Siapa Na?? Kamu kok gak pernah cerita ada seorang ikhwan mengajakmu taaruf."
"Taaruf mas??? Aku bahkan belum terlalu mengenalnya. Bertemu dengannyapun hanya sekali. Namanya Farhan. Dia keponakan teman ibu."
"Agamanya gimana? Pekerjaan???" Kata Mas Difan membuatku hendak tertawa.
"insyaallah dia bisa menjadi imam yang baik mas. Setahuku sebelum menempuh pendidikan polisinya dia sempat mondok dipesantren Darul Huda saat menempuh pendidikan menengahnya. Dia saat ini menjadi Kapolsek di Srengat." Kataku yang hanya dibalas Mas Difan dengan tatapan tak percaya
"terus kamu menerimanya???"
"Tak ada alasanku untuk menolaknya mas. Pernikahan kita akan dilakukan satu bulan lagi."
"Jadi adek mas sebentar lagi akan menjadi istri orang? Kapolsek lagi?"
"Mas Difan makanya cepet nyusul. Jangan cuma mikir liputan aja. Pikirin tuh hidup mas."
"Padahal mas dulu sempat berharap kalau kamu bakal menikah sama si Dul. Pasti bakal seru punya sepupu ipar kayak Dul."
"Gak usah mimpi mas. Semua itu gak bakal mungkin terjadi. Bisa berantem terus aku tiap hari. Mau dijadikan apa rumah tanggaku nanti kalau aku nikah sama dia mas."
"Huss gak boleh ngomong gitu. Kalau Allah nulis di lauhul mahfudz kamu jodoh sama Dul semuanya akan mungkin dek."
"Semoga saja bukan dia yang Allah tulis mas. Bisa stroke aku mas."
"Eh jangan bilang kamu masih ragu sama hati kamu???" Aku hanya membalasnya dengan anggukan
"Kalau kamu masih ragu kenapa kamu terima dek?"
"Aku gak punya alasan buat menolaknya Mas. meskipun jujur aku masih belum yakin dia benar benar bisa menerimaku dengan segala masalalu ku."
"Najwa stop mikirin masalalumu. Lupain laki-laki yang gak bertanggungjawab itu Na. Lupain dia. kamu udah nungguin dia 5 tahun lebih Najwa. Sudah waktunya kamu melupakannya. Itu artinya dia bukan untukmu. Sadar itu Na."
"Iya Mas Difan aku tau. Aku sangat tau itu mas. Bahkan tanpa kamu tau disetiap doa ku aku meminta agar hati ini berhenti menyimpan namanya. Tapi sampai saat ini, aku masih belum bisa mas. Aku hanya berharap ada seorang yang bisa membuatku melupakannya." Yah sekarang tangisku benar-benar pecah. Bagaimana bisa aku melihat orang lain mengetahui kisahku sedangkan mengingatnya untukku sendiripun sangat menyakitkan.
Mas Difan membawaku dalam pelukannya.
"Insyaallah kau akan mendapatkannya Najwa. Sudah hapus airmatamu."
"Apa mas tau kenapa aku mengundurkan diri?" Tanyaku saat aku sudah mulai bisa mengendalikan emosiku. Mas difan hanya menggeleng
"Karena sahabat yang mas agung agungkan itu secara lancang memberikan tulisan tentangnya ke klien. Dan cerita itu sekarang dalam proses percetakan."
"kamu gak setuju kalau cerita itu dipublish? Seorang penulis itu nulis bukan untuk dinikmati oleh dia sendiri tapi juga untuk orang lain. Bahkan ada banyak penulis novel yang berdakwah didalam tulisannya. Lalu kenapa kamu gak suka Na? Cerita kamu tentang dia bagus kok."
"Aku bikin tulisan itu bukan untuk konsumsi umum mas. Cerita itu hanya sebagian pelampisanku saja. Dan aku sangat gak mau orang lain tau."
"Kenapa??? Karena kamu takut orang akan mengecap kamu sebagai gadis bodoh yang menolak semua laki laki yang datang memintamu hanya demi dia yang sampai saat ini belum juga datang??? Iya Na?"
"Aku memang gadis bodoh Mas. Aku bodoh karena terlalu menjatuhkan hatiku padanya. Aku bodoh karena terlalu yakin dialah yang terbaik. Aku... aku..." kataku terisak
"Kamu gadis kuat Na. 7 tahun kamu menyukainya sebagai cinta butamu, dan 5 tahun kamu menunggunya. bahkan kamu menolak mereka yang aku yakini jauh lebih baik dari dia."
Aku hanya dapat menangis saat ini. Mas Difan hanya membalas pelukanku dalam diamnya.maaf kalau ceritanya kurang bagus dan kurang menarik. Aku butuh bantuan kalian untuk memperbaikinya. Jangan lupa tinggalin vote ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Sepenggal Cerita Lalu (tersedia Dalam Bentuk Pdf)
SpirituellesMasalalu? Aku yakin semua orang memiliki masalalu mereka. Hanya sepenggal kisah yang hanya perlu dikenang tanpa perlu disesali. Karena masalalu tercipta untuk menjadikan diri lebih baik bukan semakin terpuruk. Namun bagaimana jika masalalu lah yang...