Taaruf berujung khitbah

5.9K 360 1
                                    

Dia datang, setelah selesai sholat magrib berjamaah di masjid dekat rumah. Dia bersama kedua orangtuanya dan seorang wanita cantik seusiaku mungkin
"Assalamualaikum." Salam mereka saat adekku Kala membukakan pintu untuk mereka.
"Waalaikumsalam, mari om, tante, kak masuk. Bapak sama ibu ada didalem. Kita baru aja selesai berjamaah soalnya. Bentar lagi juga keluar. Silahkan duduk." Kata Kala mempersilahkan tamu kami duduk.
Bapak dan ibu keluar lebih dahulu, menyalami mereka. Selanjutnya aku menyusul menyalami seorang ibu dan wanita cantik yang belum aku ketahui namanya
"Kita kecepetan ya datangnya???" Tanya tante mirna,
"Enggak kok mbak. Oh iya ini yg cantik siapa?" Tanya ibuku mewakili pertanyaanku tadi
"Ini adiknya Farhan. Anak bungsu kami. Namanya Liza. Dia seumuran lho sama kamu Najwa." Kata tante Mirna menerangkan.
"bagaimana kalau kita mulai saja acaranya." Tanya om fahmi ayah farhan
"Usul yang bagus mas. Silahkan nak Farhan."
"Bismillah. Najwa kamu pasti sudah tau kedatanganku bersama keluarga kesini untuk apa. Apa kamu sudah membaca biodataku?" Tanya Farhan membuatku bingung. Aku memang sudah membaca biodatanya. Tapi masih banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya. Akhirnya aku hanya membalas dengan anggukan.
"Berarti kamu sudah membaca perihal aku ingin langsung mengkhitbahmu?" Aku kembali mengangguk. Didalam biodata Farhan, dia memang mengajukan untuk langsung mengkhitbahku. Taaruf yang aku ajukan padanya dia tolak melalui bapak.
"Bukan maksudku tak menghargai permintaanmu untuk bertaaruf dulu. Tapi rasanya sesuatu yang baik tidak boleh ditunda-tunda. Dan aku sangat yakin kamulah yang selama ini aku cari." Rasanya mata ini mulai memanas. Bagaimana aku tak memiliki satu keyakinan yang kuat seperti dia. Bagaimana jika ia tau bagaimana masalaluku, bagaimana jika ia tau siapa yang selalu ada dalam setiap doaku? Kenapa dia begitu yakin sedangkan aku tidak. Begitu butakah aku??
"Najwa? Apa kamu tak setuju dengan keinginanku untuk menjadikanmu istriku? Apa sudah ada laki-laki lain yang sudah terlebih dulu mencuri hatimu?" Tanya Farhan membuatku terkejut? Apa begitu terlihatkah kebimbanganku.
"Bukan... sama sekali bukan karena itu mas aku bimbang. Sungguh semua ini terasa begitu cepat mas. Bahkan bagaimana masalalu ku pun mas Farhan belum tau. Begitu pula denganku."
"Apakah gunanya sebuah masalalu Na??? Semua orang memiliki masalalu baik itu menyenangkan atau sebaliknya. Masalalu itu satu hal yang paling jauh. Karena kita tak akan mungkin kembali ke masalalu. Dan aku tak peduli bagaimanapun masalalumu. aku tak akan pernah menanyakannya padamu. Tapi jika kau ingin tau masalaluku, aku akan menjawab semuanya. Insyaallah."
"Bagaimana mas begitu yakin sama Najwa? Bagaimana mungkin mas Farhan sama sekali tak mempermasalahkan masalaluku?"
"Karena aku percaya, kamu tak mungkin memiliki masalalu lebih buruk dariku. Aku sangat yakin itu."
"Bagaimana Najwa? Bapak serahkan semua keputusan padamu." Kata Bapak yang semakin membuatku bingung. Ada binar penuh harap terpancar dimatanya. Begitu pula ibu. Bagaimana bisa aku menolak pernikahan ini?
"Bismillah... Najwa menerima khitbahan Mas Farhan. najwa mau menjadi istrinya Mas Farhan." Kataku dengan sedikit bergetar. Semua orang diruang tamu mengucapkan hamdalah. Aku hanya mampu berharap semoga semua ini akan berakhir dengan baik.
"Liza sudah menikah?" Tanya ibuku memecahkan keheningan.
"Belum tante. Mas Farhan gak mau dilangkahi. Makanya Liza belum bisa nikah."
"Tapi calonnya udah ada?" Tanyaku
"Belum mbak. banyak sih yang datang tapi langsung ditolak sama Mas Farhan." Kata Liza langsung dapat tatapan tajam dari kakaknya. Persis seperti aku dan Kala. Untungnya ibu ngelahirin aku duluan bukan Kala.
"Kuliahmu dilulusin dulu Za baru mikir nikah. Kuliah belum lulus udah mikirin mau nikah aja." Kata Farhan disambut cubitan kecil dari Liza
"Kamu masih kuliah Za?" Tanyaku heran.
"Iya Najwa. Aku kuliah S2 di surabaya."
"Ngambil jurusan apa?"
"Psikologi. Udah hampir selesai sih."
"Farhan, Najwa... pernikahan kalian kapan akan dilaksanakan?" Tanya om Fahmi membuat kami kembali ke topik awal
"Kalau Najwa ngikut aja bagaimana baiknya."
"Farhan usul kalau bisa setelah bulan ini pa. Bulan ini Farhan masih sangat sibuk soalnya."
"Mas Farhan emang kapan gak sibuk? Najwa kamu harus siap ya kalau sering ditinggalin sama mas Farhan keluar." Kata Liza yang langsung dibungk mulutnya oleh Farhan
"Iya itukan resiko pekerjaan Liz. Selama mas Farhan bisa memenuhi kewajibannya tak ada masalah untukku."
"Jadi bagaimana Najwa? Kamu setuju kalau pernikahan kalian dilakukan sebulan lagi?" Aku hanya mengangguk. Sebulan? bukankah itu waktu yang singkat untuk mempersiapkan sebuah pernikahan?
"Untuk masalah pernikahan kalian tante sudah nyiapin semuanya kok Najwa. Kamu gak perlu khawatir." Kata tante mirna membuatku terkejut. Bagaimana bisa tante mirna sudah menyiapkan pernikahan ini? Kapan? Kata setuju dariku pun baru kusampaikan malam ini.
"Tante, boleh Najwa minta kalau acara ahad nikahnya dimasjid sebelah rumah saja?"
"Tentu Najwa. Akan tante atur semuanya. Kamu sama Farhan tinggal terima beresnya aja."
"Mama semangat banget? Emang kapan mama nyiapin semuanya?" Tanya Farhan
"Kamu lupa Han? tante farah kan punya WO jadi gampang buat mama nyiapin semua ini. Dibantu sama tante Farah pastinya."
Obrolan obrolan tentang konsep pernikahan menjadi panas. Bagaimana tidak konsepku dan Farhan yang sederhana tidak disetujui oleh mamanya Farhan dan Ibu. Perdebatan sengitpun terjadi antara Farhan dan mamanya. Untung saja bapak dan om Fahmi memiliki satu solusi yang langsung dapat diterima oleh kedua belah pihak. Menggabungkan konsepku dan konsep para ibu.






Maaf ya kalau ceritanya kurang menarik. Masih belajar soalnya. Butuh vote dan komentarnya ya teman bagi yang sudah membaca. Terimakasih

Karena Sepenggal Cerita Lalu (tersedia Dalam Bentuk Pdf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang