MASALALU ABDULLAH

5.5K 329 5
                                    

Kini tak pernah ada lagi kekhawatiran pada diri Najwa tentang anak. Tak pernah ada yang mempermasalahkannya meski diusia pernikahan memasuki setahun Najwa belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilannya. Meski dalam hati tak dapat dipungkiri Najwa sangat menginginkannya. Hanya doa yang tanpa henti ia panjatkan kepada Sang Pemilik Hidup.

“Kamu tau Na… Dulu umi Marwa hamil Mas Imam 2 tahun pernikahan. Padahal saat itu umi pun tidak pernah menggunakan KB. Umi gak mengeluh sedikitpun pada abi. Abipun tidak pernah mempermasalahkannya. Karena kami percaya, mungkin memang saat itu baik umi atau abi masih belum siap untuk mempunyai momongan. Allah masih memberi kesempatan pada kami untuk lebih saling mengenal dan memupuk cinta diantara kami. Kami hanya bisa berdoa yang terbaik untuk pernikahan kami, dengan atau tanpa momongan.” Kata Abi Rasyid pada Najwa saat mereka sedang berkumpul bersama di ruang keluarga meghabiskan waktu sore.

Abdullah menggenggam tangan istrinya. Dia sangat tau apa yang saat ini sedang dirasakan oleh istrinya.

“Kamu gak perlu takut sayang. kami sama sekali gak pernah mempermasalahkan hal itu kok. lagian umi kayaknya belum siap kalau dalam waktu dekat ini di panggil eyang. Umi kan gak setua itu. Iya kan bi.” Kata Umi Shafa menghibur. Najwa tersenyum mndengar penuturan mertuanya.

“Nah… abi setuju mi. rasanya abi juga belum siap mi. abi masih muda masak udah dipanggil eyang.” Kata abi Rasyid tak mau kalah.

“Sama-sama gak sadar umur.” Gumam Abdullah langsung dihadiahi cubitan Najwa pada pinggangnya. Membuat semua orang tertawa.

“Kamu tuh kebiasaan tau gak yang. Dikit-dikit nyubit. Dikira gak sakit apa dicubit.” Kata Abdullah sambil meringis menahan sakit.

“Rasain. Makanya kalau ngomong itu dipikir dulu. Jangan asal nyeplos aja.”

“Lah kan emang bener. Ini umi sama abi gak sadar umur banget udah punya anak 4 gedhe-gedhe masih aja bilang masih muda.”

“Woi… kalau mau berantem jangan disini deh. Bikin pusing.” Kata Imam menengahi.

“Eh bilang aja loe baper mas liat kita. Disini kan yang jomblo cuma loe. iya gak bi?” kata Abdullah langsung diangguki abinya. Imam hanya mampu mendengus kesal.

“Ini kenapa gak ada yang mau belain gue sih? Mi… abi tuh. Na… suami loe tuh.” Kata Imam dengan wajah melas.

“Makanya nikah.” Kata umi dan Najwa bersamaan.

“Nikah lagi… nikah lagi…” gerutu Imam.

“Mas… nikah itu menyempurnakan separuh agama. Gitukan kata mas Imam dulu waktu di walimatul Urus kami. Lagian apa sih yang bikin susah. Sampek segitunya milih jodoh.” Kata Najwa langsung diangguki suami dan kedua mertuanya.

“Na loe tuh nasehatin atau ngejek sih? Nylekit banget kata-kata loe.”

“Hmm mau Najwa bantu lagi mas? Ya siapa tau aja cocok. Dia agak cerewet cocok lah sama mas Imam yang diem.”

“Boleh Na… kenalin gih sama anak sulung umi ini. Biar gak jomblo lagi.”

“Gimana mas? Mau gak? Kebetulan dia ada di Blitar nih untuk beberapa hari ini.”

“Emang dia asalnya mana Na?” tanya Imam

“Deket kok mas. Kediri asalnya. Temenku kuliah dulu.”

“Bidan? Yakin mau loe kenalin sama gue?”

“Hmm iya bidan mas. Kan dulu aku kuliah bidan. Kenapa enggak? Insyaallah agamanya juga baik kok. ya meskipun masih belum syar’I seperti yang mas mau. Tapi aku ngerasa dia cocok aja sama mas.”

Karena Sepenggal Cerita Lalu (tersedia Dalam Bentuk Pdf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang