Jangan Pernah Menyerah

131 18 0
                                    

"Rambutku rontok semua," jawabmu waktu kutanya apa kabar.

"Dadaku kini rata dan meta ke tulang, pegal linu jadinya," sambungmu sebelum aku sempat menanggapi kalimat pertamamu itu.

Ternyata kanker itu telah menyebar di tubuhmu.

"Aku sudah menjalani kemo tiga puluh dua kali. Lumayan lemas dibikinnya. Sekarang aku fisioterapi seminggu sekali."

Aku bingung mau omong apa.

"Bagaimana kabarmu?" kamu balik bertanya.

"Baik, alhamdulillah masih hidup dan bernafas," candaku.

"Semangat, bro!" serumu sambil tertawa sumringah.

"Terima kasih. Kau pun harus semangat, sis!" aku tak mau kalah meniru logat Medan-mu.

"Pastilah! Demi suami dan anak-anakku, aku tak boleh kalah!" jawabmu tegas. Aku yang jauh beribu-ribu kilometer darimu dapat merasakan semangat hidupmu yang menggebu-gebu.

Kamu tutup pembicaraan karena giliranmu bertemu fisioterapis tiba. Akupun beranjak ke dapur membuat kopi, mencoba melupakan pinggangku yang nyeri karena kelamaan duduk memlototi layar monitor.


Bandung, 15 November 2015

Terdampar (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang