Gurun, Kutub, Gunung dan Lautan

207 12 0
                                    

"Pa, tolong ke warung mbak Siti di depan beli garam."

"Lho, Ma? Tadi sebelum ke pasar 'kan Papa sudah ingatkan Mama supaya bikin daftar belanja biar nggak ada yang kelupaan?"

"Iya...Mama lupa tadi. Tolong, Pa. Mama sedang masak gulai ikan kesukaan Papa."

"Nanti ya, Ma. Sedang seru."

"Nontonnya nanti sambung lagi, Pa."

"Siaran langsung ini, Ma!"

"Papa kok lebih mentingin sepakbola daripada aku, sih? Kenapa nggak kawin sama sepakbola aja! Dulu sebelum kawin bilangnya ke gurun ikut, ke kutub turut, gunung kan kudaki, lautan kuseberangi—"

"Ok, ok! Papa berangkat sekarang!"

***

"Ini Ma, garamnya. Yaaah! Udah satu – nol aja!"

"Kok banyak amat? Memangnya Mama mau masak buat orang sekampung?"

"Sekalian buat setahun, Ma."

"Aduh, Pa, maaf. Papa balik lagi ke warung mbak Siti, dong. Mama lupa beli merica tadi."

"Nggak usah pakai merica, Ma."

"Gimana sih, Papa? Nanti masakan Mama nggak enak Papa nggak mau makan..."

"Mama sih, selalu gitu. Belanja nggak pernah tuntas—"

"Pa, dulu Papa ngerayu Mama pakai bilang ke gurun ikut, ke gunung—"

"Iya, iya...Papa ke warung mbak Siti sekarang."

***

"Ini mericanya, Ma. Sekalian sama kecap, penyedap—Yaaah! Udah kebobolan lagi!"

"Pa, Papa baik, deh! Tadi Mama—"

"Gurun, kutub, gunung dan lautan, aku dataaang!"


Bandung, 15 Maret 2016


terinspirasi lagu

Cinta by Titiek Puspa

Terdampar (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang