Jadi, Kamu Iblis?

85 12 0
                                    

"Jadi, kamu Iblis?" tanyaku pada laki-laki berpenampilan perlente—lebih perlente dariku—yang duduk di sampingku.

Bar sepi tanpa pengunjung. Biasa, Senin malam.

"Kalau itu mengganggumu, kau boleh panggil aku Azazil. Atau Lucifer, Beelzebub, Baal, Mastema, Shaytan, atau ribuan nama yang kudapat dari awal masa," katanya sambil menyalakan cerutu Havana yang terselip di bibir dengan api yang keluar dari ujung jari telunjuknya. Huh, sulap murahan.

"Aku mengikuti sepak terjangmu. Amerika Selatan, Timur Tengah, Eropah Timur, Afrika, Asia Selatan. Belum lagi yang remeh-temeh seperti—"

"Berapa yang kau minta?" Aku bosan bertele-tele. Wartawan investigator seperti dia punya 'harga diri'.

"Aku tak minta apa-apa. Justru aku ingin mengucapkan terimakasih. Berkat kau, perintah-Nya terlaksana tanpa aku harus berusaha."

Aku tak mengerti.

"Perintah siapa? Gutierrez?" Boss kartel Meksiko itu akan kuberi pelajaran, paling lambat minggu depan semagasin peluru akan membuat tubuhnya serupa saringan teh.

Laki-laki itu menunjuk ke atas.

"Dia."

Aku tetap tak mengerti.

"Aku hanya menjalankan tugas, menggoda manusia yang punya akal pikiran dan hati nurani untuk menemaniku di neraka kelak. Tapi kau dan organisasimu lebih hebat dari aku. Bayangkan, akan jauh lebih banyak penghuni neraka daripada—"

"Cukup! Pergilah!" usirku. Aku sungguh-sungguh bosan.

Dan laki-laki itu berubah menjadi asap, sebelum sirna sempurna.


Bandung, 18 Maret 2016


Terinspirasi lagu

Sympathy for the Devil by Rolling Stones

Terdampar (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang