Bab 5. Ini Bukan Akhir
Ku pejamkan mata, tak beberapa lama dekapan hangat dan erat memeluk tubuhku. Apa aku sudah mati? Sesuatu mengenai pipiku mengalir tetes demi tetes. Ini bukan air, ini lebih kental dari air.
Apa ini....
Darah
Ku buka mata dan langsung bertatapan dengan mata hitam yang sering ku lihat akhir-akhir ini. Tatapannya tampak menggambarkan sakit, mulutnya terus mengeluarkan darah.
Pembunuh itu mencabut pisaunya, dan akan menusukkannya kembali ke Arga. Membuat mataku terbelalak akan kengerian di depanku. Sebelum pisau itu menyentuhnya lagi, ia dengan kasar menepis hingga pisau itu terpelanting jauh. Pembunuh itu mengejar pisaunya seakan-akan pisau itu adalah pelindungnya. Namun sebelum sempat mengejarnya, kakinya di tarik oleh Arga hingga terjerembab ke lantai dengan keras.
Belum sempat bangkit, Arga mendudukinya dan memutar kepalanya hingga bunyi krekk dengan disertai jeritan kesakitan. Dan kepala itu terkulai lemas, diiringi jiwa yang telah pergi. Arga bangkit bergerak mendekatiku, dengan jalan tertatih sementara perutnya mengeluarkan darah. Tangannya terangkat berusaha menggapaiku, pandangannya lembut tersirat cemas akan keadaanku, ada rindu dan sayang disana namun aku malah menatapnya dengan takut beserta tubuh yang gemetar hebat. Aku memandang tangan itu lalu menarik napas. Tenang Rin, ini kesempatan mu melarikan diri. Abaikan, itu hanya tipuan. Bangkit berdiri, aku melangkah pergi dari tempat ini tanpa menoleh kebelakang. Aku takut, aku akan luluh karena tatapannya dan itu akan terulang kembali. Suara itu memanggil namaku, menyentaknya berhenti dan membuat jatungku berdegub kembali. Suara itu penuh akan ironi namun terselip sayang diantaranya.
"Rin..."
Perasaan apa ini? Aku tidak boleh seperti ini, aku harus cepat pergi. Ku gelengkan kepala dan berusaha menguatkan hati. Aku berlari tanpa menghiraukan panggilannya, air mata kini mengalir membasahi pipi. Isakan demi isakan mengiringi langkahku menuju tempat keluar darisini.
"Rin.."
Jangan menoleh, ku mohon Rin.
*****
Setelah darisana, aku langsung ke kantor polisi. Melaporkan kejadian itu sebagai korban. Tidak mau mengetahui keadaan orang-orang itu disana, sudah cukup. Semuanya sudah berakhir. Sekarang tinggal memberitahu ayahku kalau ibu tiriku itu jahat.Aku pulang ke rumah ketika hari beranjak malam. Membuka pintu, kemudian masuk. Ayah duduk di ruang tamu, menatapku dengan dahinya yang berkerut-kerut.
"Darimana kamu Rin? Baru pulang sekarang. Itu apa dibaju kamu?"Aku melihat bercak-bercak darah dibagian atas bajuku. Ini darah Arga.
"Tiga hari kamu menginap di rumah temanmu. Dan pulang dalam keadaan seperti ini. Kamu habis melakukan apa disana?" Ayah menghampiriku.
Rumah teman? Ini pasti ulah wanita itu. Mungkin saatnya memberitahukan ayah tentang jahatnya perilaku wanita itu, "Ayah--"
"Oh, Rin. Kamu baru pulang nak? Ayo makan dulu, ibu sudah siapkan makanan kesukaan kamu." Wanita itu keluar dari arah dapur memakai celemek, ia memasang senyum manis. Didepan ayah dia sangat ramah sekali dan pengertian padaku. Sedangkan dibelakang ayah, ia sering memperdulikan anaknya dan sering tak menganggapku ada.
"Mas, ayo makan dulu. Karin, turun dulu nak. Kita akan makan."
Gadis belia seumuran ku menuruni tangga. Ia adalah Karin. Adik tiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is (Not) A Psicopath [Dark Series I] [End]
Mystery / Thriller"Aku selalu menunggumu, memerhatikanmu dari keramaian, dan menantimu dikala sepi. Karena..... Aku...Mencintaimu... . Aku jahat namun, aku memiliki apa yang tidak orang lain miliki yaitu sebuah ketulusan" Dariku yang mencintaimu Arga Henanta Berkisah...