Namanya Diego

2.1K 286 18
                                    

18. Namanya Diego

Handphoneku bergulir jatuh dan menghantam lantai. Layarnya retak dan padam. Kulirik tanganku yang gemetar dan dingin. Bahkan aku tidak bisa merasakannya lagi. Aku meluruh jatuh. Kakiku sangat lemas.

Itu ... itu  ... itu suara Eta. Dan aku ingat, kami sedang bercanda, berpura-pura bermain petak umpet, dan tertawa mendengar tangisan Laras yang kami kunci di gudang ketika waktu petang lalu kami tinggalkan dia disana. Kejadiannya dua minggu sebelum kematian Laras. Karena aku benci saat ia diperbolehkan tidak ikut olahraga sementara kami harus melakukan pemanasan dan keliling lapangan dua kali.

Namun, bagaimana bisa orang itu memiliki rekaman suara Eta? Kepalaku menoleh ketika telingaku mendengar bunyi knop pintu berputar-putar seolah dipaksa dibuka. Aku langsung mundur ketakutan.

Aku harus menelpon ayah. Ia pasti akan melindungiku. Oh, tidak hp-ku rusak gara-gara jatuh. Mataku menangkap telepon diatas nakas. Aish, aku lupa nomor Ayah!

Aku menggigit kuku. Ayo berpikir Ilda!  Nomor hotel!

" Halo, Anda terhubung dengan pelayanan hotel. Ada yang bisa saya bantu?"

"Di depan kamar hotelku, ada orang aneh yang berusaha masuk."

"Baiklah, kami akan memeriksanya, Nona. Berapa nomor kamar hotel Anda?"

" 97."

" Baik, Security kami sedang menuju ke sana. Dan kami akan memeriksanya dengan CCTV."

Telepon dimatikan. Aku memandang pintu dengan was-was. Knop pintu itu masih bergerak-gerak seiring ardenalinku yang memacu cepat. Beberapa detik kemudian knop pintu itu dia diam. Lalu terdengar suara ketukan. Aku mengintip dari lubang pintu. Security! Aku cepat membukanya.

"Kami menerima panggilan dari Anda. Apakah Anda baik-baik saja?"

" Ya."

"Saya tidak melihat orang aneh di sini."

"Mungkin dia sudah pergi."

"Ok, kami akan memeriksa seluruh keamanan Hotel. Jika ada yang aneh, jangan segan untuk menghubungi kami."

"Terima kasih."

"Sama-sama."

" Semoga hari Anda berjalan dengan baik."

Aku mengangguk.

Hampir setengah jam berlalu, tiba-tiba aku mendengar suara jendela dibuka. Karena takut, tanpa melihat lagi apa itu. Aku langsung keluar kamar. Berlari menuju lift. Menekan lantai tombol dasar dengan keras. Sampai lupa kamar hotelku belum dikunci. Di saat-saat seperti ini, yang terpikir olehku hanya mengamankan diri.

Dan ketika pintu lift akan menutup, jauh diseberang sana. Tepatnya dipintu kamar hotelku. Aku melihat pintu itu terayun terbuka lalu disusul sebelah kaki yang berbalut sepatu hitam. Dan munculnya seorang dari sana. Tangannya menggenggam pisau kecil. Badannya berbalut jaket abu-abu dengan masker dan topi. Mata kami beradu pandang. Pintu lift tertutup rapat. Dan satu yang aku tahu, rasanya dia tak asing. Dan aku mengenali gelang di sebelah tangan kanannya.

✍✍✍

Fina Mipa 3
Ilda mati.

Sandi Mipa 3
Mati, mati, mati, emang lo kata dia hewan.

Fina Mipa 3
Maaf, maksud gue. Ilda meninggal.

Sandi Mipa 3
Kok bisa?

Yuri Mipa 3
Gimana ceritanya?

Fina Mipa 3
Dia bareng gue tadi, menghadiri pesta ulang tahun Aci. Eh, tau-tau pas subuh ditemukan di tangki air hotel.

Yuri Mipa 3
Maksudnya tenggelam?

Fina Mipa 3
Ya iya, nggak tahu bisa masuk itu gimana. Padahal tangki air itu setinggi dua meter. Tangga aja nggak ada di sana. CCTV Hotel menangkap Ilda terakhir kali dilift lantai 3. Nih, gue punya videonya. Dikirim dari Aci.

Aku menekan tombol play. Terlihat di sana ada Ilda dengan pintu lift terbuka tapi ia tak kunjung keluar. Ia nampak ketakutan. Kepalanya terus menoleh ke kiri di luar sana. Lalu tiba-tiba ia berlari cepat. Tak ada yang mengejarnya sampai pintu lift kembali tertutup.

Kejadian Ilda menyisakan teror. Menebar ketakutan dan panik terutama untuk Eta dan Aci. Aku dengan kenekatan dan tanpa sepengetahuan Arga, berusaha memahami pesan si pembunuh. Bunyinya adalah:

Beratap langit, setinggi bukit dalam jendela dunia. Si polos berhati busuk mendaki dengan mata yang buta.

Pesan terakhir ini mengarah pada pembunuhan akan dilakukan di tempat tinggi. Ada dua kemungkinan korban Eta dan Aci. Entah siapa yang lebih dulu. Jadi, aku berdiri di depan rumah Aci.

"Rasanya kita tidak dekat, untuk apa kau datang ke rumahku?"

"Aku mengerti isi pesan itu. Kalian harus menjauhi tempat yang tinggi."

"Pesan apa maksudmu?"

"Note kecil saat kematian Ilda. "

"Kenapa kau melakukan ini semua?"

"Karena aku ----"

"Peduli atau hanya gimik? Ada ribuan orang sepertimu dan haruskah aku percaya pada kalian?"

"Aku benar-benar tulus."

"Kau pikir aku percaya? Kau membuang waktuku."

Apa seperti ini ya menolong seseorang yang tidak ingin ditolong. Menahan kesal dan sebal. Aku beralih ke tempat Eta. Tapi, ternyata hasilnya sama saja. Eta tidak mau keluar. Ia membiarkanku di luar gerbang sementara dirinya masuk ke rumah. Justru satpamnya yang datang dan mengusirku. Di saat inilah, aku menyesal tidak mendengarkan omongan Arga.

Tapi, aku salah fokus dengan gelang yang dikenakan Eta di tangan kanannya. Mereka memakai gelang yang sama, Eta, Aci dan Ilda. Gelang persahabatan. Di tangan yang sama, kanan.

Gelangnya bagus. Apa sebaiknya aku membeli juga untuk aku dan Arga? Aish, pikiran gila apa ini?! Aku menggeleng-gelengkan kepala.

Di atas terik matahari. Suasana panas dan gerah. Aku menyusuri trotoar dengan berjalan kaki. Di sini tidak ada kendaraan yang lewat. Ini komplek perumahan. Sebuah mobil berhenti di sampingku. Kaca depannya menurun dan menampilkan seorang pria yang tersenyum. Aku tidak membalas senyumnya, keningku justru berkerut-kerut mengingat tiap wajah orang yang ku kenal. Tapi, wajah pria itu tidak kukenali. Namun, aku merasa pernah melihatnya entah dimana.

"Kau temannya laras, bukan?"

Oh, ingat. Dia kakaknya Laras. Aku menyunggingkan senyum kecil.

"iya, Kak. Tapi, kami tidak ---"

" Ayo masuk, di luar sangat panas. Kau ingin keluar juga, kan?"

Aku mengangguk dan menatap pintu samping kemudi yang dibuka. Kakak Laras mengendikkan dagunya menyuruhku masuk.

"Kita belum berkenalan, namaku Diego. Namamu Rin, kan?"

✍✍✍
24 Agustus 2019
Mohon kritik dan sarannya 😉
Vote dan komen ya 😊

He Is (Not) A Psicopath [Dark Series I] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang