8. Anak Setan VS Raja Iblis
Aku sontak berdiri. Mengelap bibir dengan punggung tangan seraya melirik sekitar. Dan beruntungnya, tidak ada yang melihat ke belakang. Atau memergoki kami. Semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mataku beralih ke Arga yang bersedekap santai.
Menatapnya marah, "Kau gila!" Desisku pelan.
"Ya, enam tahun yang lalu dokter memvonisku mengidap kelainan mental."
Wajahku berganti pias, niatnya tadi aku ingin memakinya malah jawaban itu yang ku dapat, "K--kau ... bercanda?"
"Apakah wajahku terlihat demikian?"
Ia balik bertanya. Dan menbuatku makin pening hingga terduduk kembali di kursi. Belum cukup dengan kedatangannya yang mengejutkan, sekarang ia membuatku banyak berpikir. Sungguh, aku butuh kasur sekarang. Sekedar untuk tidur sebentar dan memberi jeda pada diriku sendiri untuk masalah ini. Masalah dengan orang tuaku saja belum selesai mau ditambah masalah lama yang kembali terungkit dan tidak menutup kemungkinan akan ada masalah baru.
Tugas matematika terabaikan sempurna. Aku tidak peduli lagi dengan itu. Tak apa, sesekali tidak menbuat tugas. Toh nilaiku akan tetap aman.
Aku butuh tempat sepi. Dan satu-satunya yang terpikirkan adalah menjauh dari sosok Arga.
Aku berdiri. Arga melirikku yang sedang berbenah.
"Mau kemana?"
Aku tetap diam. Menyampirkan tas, aku bergegas keluar dari barisan kursi.
"Rin, aku tidak suka dengan sifatmu ini."
Kabur dari masalah, aku paham maksudnya. Tapi, aku butuh itu sekarang. Arga mulai berdiri saat aku menuju pintu kelas.
"Hei, Rin mau kemana?" Seru Arya.
Namun, nasib baik tidak pernah berpihak kepadaku. Dari arah jalan masuk kelas. Aku melihat rombongan Geng Sano, Alfa dan Argus. Mereka adalah kombinasi buruk. Dan sedang berjalan menuju kelas. Maka sebelum salah satu dari mereka melihatku. Aku masuk kembali ke kelas. Dan duduk di kursi lagi serta meletakkan tas. Dengan wajah tebal aku membuka buku matematika tadi tanpa ada niat untuk mengerjakan. Sementara Arga menautkan alisnya karena sikapku. Ia juga meletakkan kembali tasnya. Aku tau, dia mau menysulku tadi.
Sano, Alfa dan Argus muncul dari muka kelas. Alfa dan Argus melebur dengan cowok-cowok yang berkerumun membentuk lingkaran. Sano, seperti kebiasaannya dulu dan sampai saat ini berjalan menghampiri mejaku. Matanya menatap bingung pada sosok Arga yang duduk disebelahku. Tempat biasa ia duduk jika tidak ada guru dan menjahiliku hingga menangis.
"Minggir." Ia menendang kursi Arga. Tatapannya menyorot tidak suka.
Arga melirik dari ujung mata. Dengan tangan terlipat di dada, ia menaikkan alis. Wajah mereka sama-sama keras dan menantang ego masing-masing. Melihat siapa yang lebih dulu tersulut.
Tidak ada jawaban. Sano mendengus, kedua tangannya memenjara meja dan menundukkan kepala menatap tajam Arga, "Kau mengerti bahasa manusia?"
Melihat sudut bibir Arga yang tertarik ke samping, membuatku berhenti berpura-pura tidak peduli. Aku merasakan aura tidak mengenakan apalagi dengan pergantian tatapan Arga. Wajahnya terlihat santai dan main-main tapi aku seperti melihat sosok Arga yang dulu yang memutar kepala pembunuh waktu itu dengan kedua tangannya. Mengerikan. Matanya tidak bisa berbohong. Ada hasrat kejam disana. Dan tindakannya yang mematahkan kepala ke kiri-kanan sampai berbunyi krek. Bagai orang pemanasan. Menimbulkan rasa takut yang tak mampu ku tutupi.
"Sano, sudahlah, dia anak baru. Ibu Inaya sudah memperingatkanmu tentang bolos, dan kau tidak mau kan dia mengadu pada Ibu Inaya karena kelakuanmu? Lagian, kasihan Rin tiap hari hampir menangis gara-garamu." Arya mengangkat suara. Pria berkaca mata itu menarik lengan Sano pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is (Not) A Psicopath [Dark Series I] [End]
Mystery / Thriller"Aku selalu menunggumu, memerhatikanmu dari keramaian, dan menantimu dikala sepi. Karena..... Aku...Mencintaimu... . Aku jahat namun, aku memiliki apa yang tidak orang lain miliki yaitu sebuah ketulusan" Dariku yang mencintaimu Arga Henanta Berkisah...