[9]

6.4K 381 17
                                    

Denmark + Winter Re-Imagined : Every Breath You Take by The Police

•••

Setelah meletakkan setangkai bunga daisy di masing-masing makam milik mommy dan daddy-nya, Claude berjongkok di antara makam yang bersisihan itu.

"Mom, Dad, apa kabar?"

Tak ada jawaban seperti yang ia harapkan. Hanya semilir angin yang menerbangkan rambutnya. Walaupun begitu, ia tetap tersenyum. Seakan mendapatkan jawaban melalui angin-angin itu.

"Maaf, Claude baru bisa ke sini. Aku tahu kalian pasti sangat merindukanku," Claude tertawa pedih.

"Oh-Claude membawa....teman."

Nick yang sedari tadi sedang berdiri di belakang Claude, tersentak.

"Tenang saja, dia baik padaku."

Ucapan Claude benar-benar menohok hati Nick. Dalam hati ia terus merapal kata maaf untuk kedua orang tua wanita itu.

"Dia, mungkin jika daddy tahu saat ini aku sedang tinggal di rumah pria yang baru ku kenal beberapa bulan, kau pasti murka," Claude terkekeh, "tapi setidaknya, daddy harus tahu kalau dia, dia menjagaku."

Nick mengepalkan tangannya kuat-kuat. Perasaannya lagi-lagi dibuat nyeri karena ucapan Claude yang begitu tulus padanya. Padahal dirinya-

Nick tiba-tiba ikut berjongkok di samping wanita yang sedang menggengam lututnya kuat-kuat. Nick tahu, Claude hanya sedang berusaha menguatkan diri. Dengan berbagai macam celotehannya, Nick tahu tersirat perasaan pedih dalam kalimat yang keluar dari mulut mungil itu.

Claude menghela napas panjang, "Ah iya, aku baru ingat, hari ini adalah hari dimana daddy mendapatkam pangkat baru di perusahaan daddy. Dan daddy, memberi aku dan mommy hadiah rumah yang sangat indah. Aku masih sangat ingat, saat itu aku harus marah padamu selama 3 hari. Aku baru memasuki 3 bulan pertama menjadi siswi SMP, lalu kau mengatakan bahwa kita harus pindah. Aku bahkan baru saja didekati oleh teman laki-lakiku yang tampan," Claude terkekeh.

"Tapi, setelah sampai di kota baru kita. Di rumah baru kita. Kebahagiaan itu justru dapat menggantikan segala kemarahnku padamu. Kau-" Claude menghela napas panjang. Mati-matian ia berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.

"Tenang saja, dad. Rumah kita sampai sekarang masih terjaga. Kau jangan meremehkanku, walaupun aku seperti ini, aku tidak pernah malas membersihkan istina kita. Aku sudah tidak seperti dulu lagi. Aku tidak manja. Aku bisa mengepel seluruh rumah tanpa mengeluh pada mommy. Aku-" Claude menundukkan kepalanya dalam, "aku merindukan kalian."

Menetes sudah air mata yang sedari tadi ia tahan. Ia tak bisa lagi. Ia tak kuat. Kenangan-kenangan itu justru semakin membuat dadanya sesak. Sesak akan kenyataan pahit bahwa kenangan itu takkan pernah bisa kembali.

Nick meremas bahu Claude pelan, "Claude, jangan memaksakan keadaanmu," ucap Nick lirih.

Claude seketika menoleh, dengan air mata yang masih bercucuran, membuat Nick tak kuat lagi melihatnya. Nick mendekap erat tubuh wanita itu. Tak memedulikan bajunya yang telah basah karena air mata Claude.

"Sshhh...." Nick mengelus punggung Claude pelan berusaha menenangkan. Namun yang ada, Claude semakin terisak dalam pelukannya.

How It EndsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang