[18]

3.2K 224 22
                                    

Claude berdiri dari duduknya setelah sopir yang duduk tepat di depannya berkata kalau bus akan sampai pada halte tujuannya.

Setelah bus benar-benar berhenti, Claude mengembangkan senyumnya dan menundukkan kepalanya ringan, "Terima kasih, Sir," pamit Claude sebelum turun.

"Iya," Charles, sopir bus yang sudah sangat kenal dengan Claude itu membalas tersenyum, "eh, saya baru sadar rambut kamu baru, Claude. Cantik," ucap pria paruh baya itu tulus.

Claude hanya terkekeh pelan mendengar ucapan itu. Ia kemudian membuka pintu depan bus dan turun dari bus.

Charles benar, ada yang berbeda dengan penampilan Claude hari ini. Ia baru saja meminta Bella memotong rambutnya menjadi lebih pendek kemarin. Tidak tahu atas dasar apa, Claude merasa ingin merubah penampilannya seiring dengan dimulainya kembali perjuangan hidupnya. Tak urung wajahnya terlihat lebih segar dengan penampilan barunya.

Dengan senyum yang terus mengembang, Claude menyusuri heningnya jalanan pagi itu. Ia sedikit mempercepat langkahnya sambil sesekali bersenandung pelan. Ia tidak mau telat dan membuat Reynold punya alasan untuk tidak mengizinkannya bekerja lagi.

Tepat seminggu yang lalu, dengan segala akal cerdiknya, akhirnya ia berhasil membujuk Reynold untuk mengizinkannya kembali bekerja. Dan berkat itu pula, selama satu minggu ini ia berhasil menyingkirkan segala rasa sedihnya akibat aktifitas padatnya di cafe. Meskipun terkadang ia harus pulang dalam keadaan sangat lelah, namun ia  senang karena rasa lelah itu bisa membuatnya tidur sangat nyenyak, tanpa bayang-bayang mimpi buruk yang selama ini terus-terusan menghantuinya.

Setelah beberapa menit berjalan, Claude akhirnya sampai di depan pintu belakang cafe. Ia merogoh tas kecilnya untuk mencari kunci. Namun gerakannya berhenti saat tiba-tiba ia mendengar seseorang menyebut namanya dari belakang.

"Cla-Claude.."

Claude membalikkan badannya.

"Iya?" tanya Claude dengan alis yang bertaut. Suaranya terdengar familiar, namun Claude masih ragu.

"Ini..Cassie."

Claude tidak bereaksi apa-apa. Ia hanya diam dengan raut datarnya. Hal ini sudah ia persiapkan sejak lama. Bahwa ia bisa saja bertemu dengan Cassie sewaktu-waktu. Dan ia tidak mau terlihat terlalu sedih ataupun terlalu benci pada wanita itu.

"Cla-Claude...?" ucap Cassie sekali lagi dengan sedikit gugup.

"Ada apa?" tanya Claude dingin.

Cassie sedikit tersentak. Pertanyaan dingin Claude membuat hatinya teriris. Ia tahu Claude pantas marah padanya. Karena bagaimanapun saat ia sudah tahu kalau Claude adalah wanita yang disakiti Nick dulu, ia tetap menyembunyikannya. Secara tidak langaung ia seperti menyetujui perbuatan keji yang dilakukan adiknya.

"Claude, aku- maafkan aku.." ucap Cassie lirih. Ia menggigit bibir bawahnya, menanti respon yang diberikan Claude padanya. Nyatanya, wanita di depannya masih saja diam dengan ekspresi datar, membuat jantung Cassie semakin berdegub kencang.

"Ada perlu apa kau disini?" tanya Claude mengalihkan ucapan Cassie.

Cassie menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Mobilku mogok. Di ujung jalan sana lebih tepatnya. Aku sedang mencari tempat untuk menunggu mobil derek hehe," Cassie menyengir kaku. Ia berusaha mencairkan suasanya awkward diantara mereka hingga ia terlihat kikuk sendiri.

Sementara Claude, ia merasa dejavu mendengar itu. Persis seperti pertemuan pertamanya dengan Nick dulu. Claude menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran aneh itu.

"Masuklah. Aku bekerja disini," ucap Claude pada akhirnya. Berulang kali ia meyakinkan otaknya yang terus mendebat hatinya agar tidak melakukan itu, karena ia hanya berusaha menolong seorang manusia yang sedang membutuhkan bantuan, bukan menolong Cassie sebagai adik dari pria yang sangat dihindarinya.

How It EndsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang