Part 4

5.8K 339 7
                                    

Alvin tengah tiduran di atas dipan yang terbuat dari bambu tepat di bawah pohon rimbun di belakang sekolah. Dipan bambu itu dibuat sendiri oleh Alvin, Gabriel dan Rio. Disalah satu ujung dipan dibuat melengkung ke atas untuk sadaran kepala agar nyaman. Jangan tanya bagaimana dipan itu bisa sampai di sekolah. Alvin, Gabriel dan Rio mengangkutnya dengan mobil pick up hasil pinjaman dari tukang tambal ban di samping rumah Gabriel dan Rio. Ketiganya menyelundupkan dipan itu ke dalam sekolah pada malam hari. Dengan mudah Alvin mampu membungkam Pak Rejo, satpam sekolah mereka. Tak lupa mereka membawa tiga bantal dan menyembunyikannya diatas pohon. Meskipun guru-guru sudah mengetahui ulah tiga biang onar itu namun mereka tak berniat untuk membuang dipan bambu ini. Apalagi bagi guru olahraga dipan ini sangat menguntungkan. Mereka bisa mengamati anak didiknya di lapangan seraya duduk di dipan.

"Gawat, Vin, gawat. Hh. . . hh. . "Alvn terpaksa membuka kedua matanya dan menatap datar Gabriel dan Rio yang terengah-engah seraya membungkukkan badan.

"Kita dapat surat kaleng dari SMA Kusuma." Gabriel mengacung-acungkan selembar kertas di tangannya. Seketika Alvin menegakkkan tubuhnya dan langsung merebut kertas itu dari tangan Gabriel. Tangan kiriya terkepal sempurna di samping tubuhnya. Bibirnya terkatup rapat dan giginya bergelemetuk menahan emosi ketika membaca tulisan yang amat dikenalnya.

'Gitu kelakuan ketua kalian? Kabur sebelum pertarungan selesai. PENGECUT!!'

"Sialan." desis Alvin. Ia meremas kertas itu lalu menatap Gabriel dan Rio.

"Lo berdua percaya?"

"Hah?"

"Gue bukan kabur, tapi gue ditarik sama orang." Alvin mengalihkan pandangannya ke lapangan bola didepannya.

"Lo berdua tau Via?"

"Via jin itu, Vin?" tanya Gabriel.

"Terserah kalo lo mau nganggap dia jin, yang jelas dia itu manusia. Cewek itu yang narik gue dari area tawuran."

Akhirnya Alvin memutuskan untuk jujur. Tak ada gunanya juga ia menyembunyikannya. Toh, entah kapan Gabriel dan Rio juga akan mengetahui.

Gabriel dan Rio hanya mengangguk-angguk. Satu kesimpulan yang dapat mereka ambil, Via, cewek jin itulah yang membalut lengan Alvin.

"Pulang sekolah kumpulin semua anak kelas sebelas sama sepuluh di lapangan ini." Ujar Alvin dingin.

***

Bel pulang sekolah berdentang. Seluruh murid SMA Pelita berhamburan keluar kelas tak terkecuali Alvin. Ia berjalan santai dengan diapit si kembar, Gabriel dan Rio. Sesampainya di lapangan bola Alvin menarik napas berat. Ada sekitar dua puluh murid kelas sebelas dan sepuluh murid kelas sepuluh. Dari awal Alvin sadar ia tak akan mampu mengumpulkan massa lebih banyak dari ini. Apalagi untuk kelas sepuluh yang masih berstatus baru. Mereka pasti tidak ingin membuat kesan buruk di tahun pertama sekolah. Baiklah, Alvin akan menghadapi SMA Kusuma meskipun jumlah mereka tak sebanding.

"Yang disini, kalian benar-benar siap mananggung resiko yang akan kalian hadapi?" Alvin berkata lantang di hadapan tiga puluh murid laki-laki yang berdiri di depannya.

Kelas sebelas mengangguk mantap. Mereka sudah biasa tawuran, sudah biasa mendapat poin dari sekolah juga. Toh, mereka sudah kepalang basah. Ini mereka lakukan untuk menyelamatkan nama sekolah juga, bukan.

Lain halnya dengan murid kelas sebelas, kelas sepuluh terlihat bergerak-gerak gelisah. Alvin yang menyadari itu tersenyum samar.

"Lebih baik keluar sebelum terlambat." Desisnya tajam. Saat itu pula lima orang yang diketahui Alvin sebagai kelas sepuluh keluar dari barisan dan berlari terbirit-birit. Baiklah, sekarang tinggal dua puluh lima orang. Dua puluh delapan plus dia dan si kembar.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang