Part 9

4K 253 10
                                    

yang sudah baca part 8 ngga usah baca part ini soalnya ini yang ada di part 8 cuma aku potong. kata temenku part 8 kepanjangan jadinya tak jadiin 2.

***

"Guebelumsiapjauhdarilo." Sahut Via dengan tidak jelas namun cukup dimengerti oleh Alvin. Alvin tersenyum lega. Ternyata Via sama dengannya. Belum siap berpisah satu sama lain. Dengan ini Alvin berjanji akan melindungi Via dari aksi pembalasan dendam yang dilakukan oleh Riko.

"Sampai kapanpun gue ngga akan siap jauh dari lo. "Cause you are my savior." Alvin menatap dalam kedua manik mata Via, membuat Via rasanya tak sanggup namun ia paksa untuk membalas tatapan mata Alvin. Via tersenyum tipis. Via mencoba menepis pikiran yang sedari tadi menggelayutinya. Via merasa ada sesuatu yang memberatkan hatinya untuk menerima tawaran Alvin menjadi pacar pura-pura pemuda tersebut. Tetapi Via tak tahu apa.
Via melihat jam dinding yang menempel diatas kulkas.

"Lo mau balik jam berapa? Ini sudah jam delapan loh."

Alvin ikut melihat jam dinding. Pukul delapan lewat lima menit. Sudah cukup malam untuk seorang laki-laki bertamu di kediaman seorang gadis. Alvin harus segera pergi dari kost Via agar tidak timbul gosip yang aneh-aneh.

"Anterin gue ke rumah CORO, ya." Pinta Alvin.

"CORO siapa?" tanya Via bingung. Setahu Via, CORO dalam bahasa jawa artinya kecoa. Tidak mungkin bukan jika Alvin mau ke rumah kecoa? Lagipula dimana rumah kecoa? Via menggaruk pelipis.

"Gabriel sama Rio."

"Kok bisa CORO?"

"Cowok Separo. Lo ngga lihat kalau badan Gabriel sama Rio itu krempeng banget? Harusnya badan mereka itu digabung biar ideal."

Via terbahak. Via baru sadar jika perkataan Alvin memang benar. Meskipun Gabriel dan Rio kurus, bagi Via duo kembar itu tetaplah menawan. Mungkin karena memiliki wajah tampan dan pembawaan yang humoris.

Setelah mencuci piring bekas makan, Via mengajak Alvin ke rumah ibu kost untuk meminjam motor.

"Bentar, deh, Yan. Buat nganterin teman gue yang lagi sakit, nih." Via terus merengek pada Septian yang tak mau meminjamkan motornya dengan alasan malam ini ia akan pergi.

"Sakit apaan? Ini mah habis tawuran!" cibir Septian yang melihat wajah Alvin penuh dengan luka lebam. Septian yakin, cowok didepannya ini adalah salah satu siswa entah Pelita ataupun Kusuma yang terlibat tawuran tadi siang di lapangan kampungnya.

Alvin hanya bisa menunduk dan tak berniat membantah ataupun membela diri karena memang ia bersalah.

"Tapi kan kasihan, Yan."

"Ada apa ini?" tiba-tiba seorang wanita paruh baya berbaju gempal dengan memakai daster panjang motif bunga-bunga keluar dari rumah.

"Ini lho, Bu. Saya mau pinjam motor Septian buat nganterin teman saya yang lagi sakit tapi ngga dibolehin sama Septian." Via mengadu pada Bu Sri yang langsung mendapat pelototan dari Septian.

"Ini teman kamu?" tunjuk Bu Sri pada Alvin yang menunduk disamping Via.

Via menyenggol lengan Alvin. Alvin dengan ragu-ragu pun mengangkat kepalanya. Ia langsung mendapati ekspresi Bu Sri yang kaget.

"Ya ampun! Bagusmen kowe , Le!"

Kontan saja Via, Alvin bahkan Septian menganga lebar. Mereka kira Alvin akan dicaci-maki, tapi justru sebaliknya. Alvin mendapatkan pujian karena ketampanannya.

"Yawis, kamu pinjam saja motornya Septian—"

"Buk—" Septian menyela.

"Daripada temanmu nanti tambah sakit."

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang