Part 8

5.2K 274 13
                                    

"Jadi lo mau balas budi sama savior lo itu?" tanya Deva setelah Alvin menceritakan perihal seorang cewek yang menyelamatkannya sewaktu tawuran. Sekarang Deva tahu jika yang memerban lengan Alvin dulu adalah cewek itu. Sebenarnya Deva tidak terlalu tertarik dengan cerita kakaknya tersebut. Deva lebih tertarik pada semangkuk mie SP level sembilan yang saat ini ada di hadapannya. Namun demi menghormati Alvin, Deva terpaksa pura-pura tertarik dengan niat baik kakaknya yang ingin melindungi keselamatan seorang cewek yang sebelumnya belum dikenal oleh Alvin.

"Awalnya, sih, gitu."

Deva mendongak sedikit dari mangkuknya guna melihat Alvin. Kakaknya itu hanya mengaduk-aduk mangkuk berisi mie SP level dua. Alvin tampak tak berselera.

"Tapi semakin kesini gue pingin benar-benar ngelindungin dia." Alvin menyuap mie SP kedalam mulutnya. Rasa pedas langsung menjalar di lidahnya. Membuat tenggorokan Alvin terasa panas. Ia yang hanya level dua saja sudah kepedasan, bagaimana dengan Deva yang level sembilan?

"Kenapa? Lo jatuh cinta sama dia?"

Uhuk

Alvin langsung tersedak mendengar pertanyaan Deva. Sial. Tenggorokannya terasa sangat panas dan perih. Alvin buru-buru meneguk ice lemon tea yang dia pesan. Sementara Deva dengan tanpa rasa bersalah tetap asyik melahap mie SP. Keringat sebesar biji jagung pun membanjiri dahinya.

Alvin berdehem. Mencoba menetralka dirinya yang sempat gugup saat mendengar pertanyaan Deva yang bahkan tak pernah terlintas di pikiran Alvin.

"Ngga mungkinlah." Jawab Alvin senormal mungkin. Alvin kembali menikmati mie SP guna menutupi kegugupan. Pertanyaan Deva terus terngiang-iang di kepalanya. Alvin berharap hatinya mau membenarkan perkataan Deva. Namun nyatanya hati Alvin justru menolak. Seperti ada yang berteriak dari dalam hatinya untuk mencegah kedatangan sosok baru.

"Why not?" Deva menyeruput es tehnya. "Ngga usah mengharapkan dia lagi deh, Kak. Dia sudah jadi masa lalu." Deva kembali menikmati mie favoritnya tanpa mengindahkan efek perkataannya pada diri Alvin.

Alvin menegang. Lagi-lagi Deva mampu membungkam dirinya. Kini Alvin tahu siapa yang berteriak dalam hatinya untuk menolak kedatangan sosok baru. Ya, dialah sosok masa lalu yang empat tahun lamanya masih betah berdiam di hatinya.

"Hai Vin. Hai, Dev. Kalian disini juga."

Alvin bernafas lega saat Gabriel dan Rio tiba-tiba datang. Alvin jadi terbebas dari pertanyaan dan pernyataan mematikan dari Deva.

Gabriel dan Rio bersebrangan.

"Kak Deva!" seorang cewek mungil tiba-tiba menarik satu kursi dan memindahkannya disamping Deva. Tangannya langsung bergelayut manja di lengan Deva.

"Apaan sih, Cha." Deva menepis tangan Acha dari lengannya. Tanpa melirik Acha, Deva menyeruput habis es teh dan mengambil dua lembar tissue untuk menghapus keringatnya.

"Gue tunggu di mobil." Setelah berkata demikian, Deva melenggang pergi menuju mobil. Meninggalkan Acha yang terdiam seribu bahasa.

Alvin, Gabriel dan Rio kompak meringis melihat sikap dingin Deva pada Acha. Ketiganya tahu jika Acha sangat menyukai Deva. Namun Deva tak pernah menanggapi perasaan Acha. Malah terkesan tidak menganggap keberadaan Acha.

"Maafin adik gue ya, Cha. Deva emang orangnya cuek." Alvin merasa perlu meminta maaf pada cewek mungil yang telah disakiti hatinya oleh Deva.

"Ngga papa kali, Kak. Sudah biasa kok." Acha mengibaskan tangannya seraya menyunggingkan senyum lebar walau terasa menyakitkan. Acha tidak boleh terlihat lemah di depan Alvin, apalagi kedua kakak kembarnya. Bisa-bisa Acha dibully habis-habisan.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang