"DEK!"
Desi yang sedang membuat adonan kue di dapur terlonjak kaget mendengar teriakan putra sulungnya yang barusaja tiba di rumah. Desi memutar bola mata, jengah dengan kebiasaan Alvin yang suka memperlakukan rumah selayaknya hutan. Tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, Desi melenggang menuju ruang tamu. Sesampainya disana, didapatinya Alvin yang sedang menaiki tangga dengan tangan yang memutar-mutar kunci mobil. Tampak sedang bahagia.
"DEK!"
"Alvin!"
Alvin menoleh ke bawah. Dilihatnya bunda yang sedang berkacak pinggang.
"Kamu itu kebiasaan, ya! Pulang ngga salam malah teriak-teriak!"
Alvin meringis menyadari kebiasaan buruknya yang sampai sekarang belum hilang. "Maaf deh, Bunda. Habisnya Alvin lagi senang banget." cengirnya.
Desi mencibir.
"Pas senang teriak-teriak nyari adik kamu. Pas lagi butuh uang nyari ayah. Terus pas lagi babak-belur baru nyari bunda, gitu?" sindir Desi berpura-pura merajuk.
"Ya, engga dong, Bun. Aku itu selalu nyari Bunda, kok. Pas babak-belur, pas lagi capek. Apalagi kalau lagi laper."
"Alvin!" Desi melotot tajam, berpura-pura marah.
"Bercanda, Bun. Pokoknya Bunda itu segalanya, deh, buat Alvin." Alvin nyengir yang dibalas gelengan kepala oleh Desi. Setelah mengedipkan satu mata pada bundanya, Alvin melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
"DEK! Lo dimana, sih?" lagi-lagi Alvin berteriak.
"Anak itu!" desis Desi, lantas berbalik menuju dapur.
CKLEK
"Lo dari tadi gue panggil kok ngga nyahut, sih?" kesal Alvin saat ia membuka pintu kamar Deva dan mendapati adiknya itu sedang bermain game di laptop dengan posisi tengkurap.
Deva tak bergeming. Sama-sekali tak menghiraukan keberadaan Alvin. Ia masih marah dengan kakaknya itu yang tega menyuruhnya pulang naik bus. Deva terpaksa harus panas-panasan di dalam bus yang penuh sesak. Belum lagi saat cewek-cewek SMK sebelah terus memandanginya. Membuat Deva risih. Untuk pertama kalinya Deva menyesal memiliki wajah tampan.
"Lo masih marah sama gue?" Alvin duduk di ujung kasur, bersebrangan dengan Deva.
'Menurut lo!' kesal Deva dalam hati.
"Sorry, deh, Dek. Gue ada misi soalnya."
"Misi apaann?" kali ini Deva merasa tertarik. Game di laptopnya ia pause. Setahu Deva, selama ini kegiatan Alvin hanya seputar tawuran. Apa misi kakaknya itu juga berhubungan dengan hal tersebut?
"Save my savior." Gumam Alvin.
"Hah? Apaan savior-savior?" tanya Deva yang hanya menangkap kata savior karena Alvin berbicara tidak terlalu jelas.
"Ah, sudahlah. Buruan ganti baju!" Alvin berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kamar Deva.
"Mau kemana emang?"
"Mie SP!"
"HAH?"
Cepat-cepat Alvin menutup kedua telinganya. Dengan bersungut-sungut Alvin berbalik siap menyemprotkan makian. Seketika Alvin melongo melihat Deva yang kini telanjang dada hendak berganti baju. Alvin menggaruk kepalanya. "Dasar mie!"
***
Terlihat dua orang pemuda yang tengkurap diatas kasur dengan bed cover yang setengahnya bergambar club sepakbola Real Madrid dan setengahnya lagi Barcelona. Jangan tanya mereka membeli bed cover ini dimana, karena mama merekalah yang khusus mendesain bed cover ini demi anak kembarnya yang memang memiliki kegemaran berbeda. Siapa lagi jika bukan Gabriel dan Rio. Bahkan dinding kamar mereka pun memiliki dua warna, yaitu kuning dan biru. Terlihat sangat aneh dan berpotensi merusakkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Like You Do
Teen FictionAlvin Pramuditya Anggara. Pentolan SMA Pelita. 3 kali dalam seminggu masuk ruang BP bersama dua sahabatnya, si kembar: Gabriel dan Rio. Alvin si trouble maker dipertemukan dengan Via, cewek asli Solo yang menyelamatkannya sewaktu tawuran. Sejak saa...