Budayakan vote sebelum baca.
***
"Alvin mau motor."
Uhuk
Mendengar permintaan putra sulungnya yang tanpa tedeng aling-aling itu membuat Hendra yang sebelumnya sedang meminum kopi langsung tersedak. Tiga orang yang juga duduk di meja makan tersebut ikut kaget dengan ucapan Alvin.
"Kamu ini minta motor kok kaya minta dibeliin balon saja. Gampang banget bilangnya," sindir Desi seraya menggelengkan kepala.
Alvin tak menggubris perkataan bundanya. "Mobil Alvin dijual aja dan ditukar sama dua motor. Satu buat Alvin, satu buat Deva."
"Wah, Deva setuju kalau gitu!" Deva yang sebelumnya diam saja langsung berseru girang mengingat permintaan kakaknya yang dianggap Deva menguntungkan untuknya.
"Kenapa kamu tiba-tiba pilih pakai motor?" Hendra membuka suara. Heran juga dengan permintaan Alvin yang notabene pecinta mobil sport itu. Hendra mengingat betul perkataan Alvin satu setengah tahun yang lalu, "Kalau Alvin punya mobil kan nanti kalau teman-teman Alvin yang tepar pas tawuran bisa Alvin antar bareng-bareng ke rumah mereka masing-masing. Alvin baik kan, Yah?". Hendra terkekeh namun sedikit kesal juga mendengar itu. Tapi toh, Hendra tetap membelikan Alvin sebuah mobil sport dengan pertimbangan Alvin dan Deva bisa berangkat sekolah bersama.
"Alvin juga pingin ngekost."
Uhuk
Kali ini yang tersedak adalah Cakka. Cakka langsung mengalihkan pandangan pada Alvin yang duduk di depannya dengan tatapan tak percaya. Alvin hanya menatap datar.
"Lo kesambet apa sih, Kak?" heran Deva dengan keanehan Alvin pagi ini.
"Ngga ada. Gue ngga betah saja tinggal serumah sama penghianat."
"Alvin!" sergah Desi memelototkan mata.
"Alvin coba kamu pikirkan lebih dulu." Hendra mencoba untuk bersikap bijaksana.
"Ini sudah Alvin pikirkan matang-matang, Yah. Alvin mau ngekost saja. Lagipula itu juga mengajarkan Alvin hidup mandiri."
"Vin--"
"Papa tahu sendiri kan?"
Hendra memijat pangkal hidungnya seraya menghembus nafas berat. Ya, Hendra memang tahu permasalahan yang terjadi antara putranya dengan putra dari adiknya, Cakka. Hendra menyayagkan kekeras kepalaan Alvin yang masih menaruh dendam pada Cakka karena gadis di masa lalu mereka.
Hendra menutup matanya sekejap. Mengingat putra sulungnya sering berkelahi, Hendra tak bisa memungkiri jika Alvin bisa saja memukul Cakka sewaktu-waktu. Hendra pribadi tak ingin ada perkelahian di rumahnya.
"Oke, Ayah akan belikan kamu motor dan izinin kamu buat ngekost sendiri."
"Beneran, Yah?" Alvin berbinar. Sementara Desi, Deva juga Cakka kaget mendengar keputusan Hendra yang melenceng dari praduga mereka.
"Asalkan kamu sering-sering main ke rumah."
"Gampang itu, Yah."
"Dan satu lagi."
Keempat orang yang duduk di meja makan pagi ini menatap Hendra penasaran.
"Kamu ngga boleh tawuran lagi."
"APA?"
***
Menikmati semilir angin yang berhembus diantara hawa panas pagi menuju siang menjadi aktivitas Alvin di jam pelajaran ketiga ini. Alvin berbaring diatas dipan di lapangan sepak bola. Kedua matanya terpejam. Alvin butuh ketenangan dari kemelut masalah yang barusaja ia alami. Sekalipun nanti ia akan mendapat hukuman karena membolos jam pelajaran, Alvin tak peduli. Toh, Alvin sudah sering melakukan pelanggaran ini. Yang Alvin inginkan saat ini hanya menyendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Like You Do
Teen FictionAlvin Pramuditya Anggara. Pentolan SMA Pelita. 3 kali dalam seminggu masuk ruang BP bersama dua sahabatnya, si kembar: Gabriel dan Rio. Alvin si trouble maker dipertemukan dengan Via, cewek asli Solo yang menyelamatkannya sewaktu tawuran. Sejak saa...