Sepanjang perjalanan menuju kost mereka yang sangat Via sayangkan harus berdampingan, Via diam saja tanpa berucap sepatah kata. Via sendiri tidak yakin ini adalah jalan menuju kost.
"Kok diam, Vi?" tanya Alvin karena Via yang diam saja. Alvin khawatir jika tindakannya barusan membuat Via marah padanya.
Via tidak mendengarkan. Pikiran Via masih terpusat pada kejadian beberapa menit lalu. Untuk pertama kali, Via menolak ajakan Cakka untuk pulang bersama hanya untuk menjalankan sandiwara yang Alvin skenariokan. Via tidak tahu jika dia bisa sebodoh itu.
"Vi, tadi itu salah satu cara biar Cakka cemburu." jelas Alvin.
Via tak menggubris. Ia justru bertanya, "kita mau kemana?"
Alvin menghela napas pasrah, "ketemu teman-teman gue."
"Gue belum bilang setuju."
"Lo pasti senang."
"Siapa saja yang ikut?"
"CORO, Ify sama Agni."
Via mengernyit. Via tidak mendengar nama itu disebut oleh Alvin. Via membasahi tenggorokannya yang terasa kering saat akan berucap satu nama, "Shilla?"
"Shilla ada kumpul keluarga gitu."
'Keluarganya siapa?' batin Via berteriak. Namun ia hanya mengangguk.
Tak lama setelah itu, motor Alvin berhenti di tempat parkir sebuah mall besar. Via segera turun dan berjalan mendahului Alvin. Lagi-lagi Alvin menghela napas lantas segera menyusul Via. Tanpa meminta izin, Alvin menyusupkan jari-jari kokohnya di jemari lembut Via. Alvin tak bereaksi saat Via sudah menatapnya horror.
"Apa-apan nih?" protes Via dan berusaha melepaskan tautan mereka, namun Alvin justru semakin mengeratkannya.
"Biar kaya orang pacaran beneran."
Via mendengus tapi memilih pasrah. Via sedang berada dalam suasana badmood.
Seketika kepala Via merasa pening melihat dua orang cowok dan dua orang cewek bertingkah absurd di arena timezone.
Rio, pemuda itu sedang merayu mas-mas karyawan timezone agar diizinkan untuk naik odong-odong berbentuk motor gedhe. Sampai-sampai Rio menawarkan tiga koinnya yang tersisa. Jelas saja mas-masnya melarang. Rio ini kok konyol sekali.
Ify, cewek itu sedang bernegosiasi dengan mbak-mbak penjaga konter koin untuk memberinya diskon. Ify berkata jika ia dan teman-temannya sudah membeli koin sebanyak empatpuluh ribu, seharusnya mbak-mbaknya rela memberikan Ify diskon.
Tak kalah konyol dari saudara kembarnya, Gabriel kini sedang bermonolog-ria dengan boneka-boneka yang ada di balik kaca. "Eh, Bon, lo kok susah banget sih gue pancing? Sok jual mahal!" apalagi 'Bon' yang disebut Gabriel ini.
Agni, cewek tomboy itu sekiranya lebih normal dari tiga teman Alvin sebelumnya. Agni hanya bermain basket biasa. Tapi detik berikutnya, kata 'normal' sepertinya sudah tidak pantas disandang lagi oleh Agni setelah ia berkata, "keren kan Mas permainan basket gue? Gimana, lo mau ngga jadi cowok gue?" kontan saja mas-mas karyawan di samping Agni tersebut langsung melangkah lebar menjauh dari Agni.
"Teman lo gini semua, Vin?" tanya Via dengan ekspresi shock.
Alvin tertawa renyah, "gila-gila gitu mereka asik loh, Vi." lantas Alvin menarik tangan Via menuju konter koin, mendekati Ify.
"Bulan kemarin saja saya kesini harga koin masih seribu limaratus lho Mbak, kenapa sekarang sudah naik jadi duaribu?"
"Mbak koinnya duapuluh ribu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Like You Do
Teen FictionAlvin Pramuditya Anggara. Pentolan SMA Pelita. 3 kali dalam seminggu masuk ruang BP bersama dua sahabatnya, si kembar: Gabriel dan Rio. Alvin si trouble maker dipertemukan dengan Via, cewek asli Solo yang menyelamatkannya sewaktu tawuran. Sejak saa...