Part 10

3.9K 276 7
                                    

Kerumunan remaja berseragam putih abu-abu keluar dari gerbang bercat hijau yang bertuliskan SMA Pertiwi. Beberapa keluar dengan kendaraan roda dua, ada juga yang menggunakan kendaraan roda empat, bahkan ada juga yang berjalan kaki lalu berhenti di pinggir jalan. Seperti menunggu jemputan atau mungkin angkutan umum.

Terhitung sudah sepuluh menit Alvin duduk di dalam mobil yang ia parkir di bawah pohon seberang gedung sekolah. Alvin sengaja menunggu Via untuk mengajaknya jalan-jalan kecil di mall. Sekaligus mengucapkan terimakasih pada cewek itu karena telah merawatnya kemarin.

Alvin melepaskan kaca mata hitamnya lalu mengamati interior mobil milik papa CORO yang ia pinjam. Memang hari ini Alvin tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Surat izinnya ia titipkan pada Rio dengan modal tanda tangan dari Om Heru -Papa CORO-. Alvin meringis. Semoga saja tidak ada guru yang curiga dengan tanda tangan dengan nama terang Desi Setyana itu. Jika Alvin ketahuan telah memalsukan tanda tangan, sudah dipastikan Alvin akan mendapatkan 25 point pelanggaran.

Saat melihat Via yang barusaja keluar dari gerbang, Alvin langsung menegakkan tubuhnya. Belum sempat Alvin melajukan mobil, seorang pemuda pengendara satriya hijau berhenti di samping Via. Alvin pun mengurungkan niatnya dan memilih mengamati. Senyum licik terukir di bibir Alvin tatkala satriya hijau itu melaju meninggalkan area sekolah dengan Via yang duduk di jok belakang.

"Gue pastiin ini hari terakhir lo bisa barengan sama Via." desis Alvin.

***

Alvin tiba tepat setelah satriya hijau tadi pergi meninggalkan kost Via. Via yang melihat sebuah mobil mewah berhenti di depan kostnya jadi bertanya-tanya. Siapa? Apa mungkin---

Alvin keluar dari pintu kemudi dengan cengiran lebar. Via yang melihatnya pun tersenyum lega. Ternyata dugaannya salah.

"Jalan, yuk." ajak Alvin tanpa basa-basi.

"Kemana?"

"Kemana saja."

"Tunggu, gue ganti baju dulu."

"Ngga perlu."

"Eh, eh!" Via akhirnya pasrah saat lengannya ditarik paksa oleh Alvin lalu tubuhnya dihempaskan di jok depan samping kemudi. Via memasang ekspresi cemberut yang justru memuat Alvin gemas hingga tak tahan untuk mencubit pipi chubby milik Via.

"Udah, ah. Jangan cemberut gitu."

***

Via yang awalnya kesal dengan sikap memaksa Alvin kini justru merasa senang setelah Alvin membelikannya es krim coklat. Cowok itu sendiri memilih membeli soft drink. Keduanya kini menaiki eskalator menuju arena timezone yang terletak di lantai tiga.

"Cowok tadi itu--" Alvin berhenti untuk meneguk minumannya. "pacar lo?" sambungnya kemudian.

"Maksud lo Cakka?"

Yah, pada akhirnya Via yang menyebutkan nama pemuda yang tak ingin didengar oleh Alvin.

"Yah, siapapun itu." Alvin mengedikkan bahu. Alvin harus berpura-pura tidak mengenal Cakka demi melancarkan aksinya.

"Bukan." jawab Via seadanya.

Jeda sejenak. Alvin menatap lekat-lekat mata Via.

"Bukan pacar tapi calon pacar?"

Via tertegun. Pertanyaan Alvin membuatnya mendadak bungkam. Alvin sendiri tidak terlalu memedulikan perubahan ekspresi Via. Alvin justru kembali mengeluarkan spekulasi yang lagi-lagi membuat Via bungkam.

"Beberapa kali gue lihat kalian sering pulang bareng. Saling suka tapi ngga ada yang memulai, eh?"

Selama ini Via tak sadar dengan perasaannya yang sebenarnya pada Cakka. Via hanya merasa nyaman dengan kebersamaan yang terjalin antara dia dan Cakka. Tetapi pertanyaan Alvin membuat Via sadar bahwa selama ini ia menaruh hati pada Cakka. Bahkan berharap lebih. Mungkin Alvin benar. Jika diantara keduanya tidak ada yang memulai, tak akan ada yang berubah dengan status yang menjerat mereka. Tetapi apa Cakka juga memiliki perasaan yang sama dengan Via? Via mendesah lemah atas pemikirannya tersebut.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang