Yuri

324 30 3
                                    

Hai, aku minta maaf kepada kalian semua karena harus mulai membaca cerita ini dari bagian yang paling tidak enak. Donghae memang begitu kadang-kadang, suka menceritakan masalah pribadinya secara berlebihan--dan jujur saja, aku sendiri suka geli melihat tingkah kakakku yang tengik itu. Sekalipun umurnya sudah cocok untuk menikah, sikap dan perilakunya lebih mirip anak usia lima tahun yang keras kepala banget.

Well, kita bakal membutuhkan waktu seharian penuh untuk ngomongin masalah kepribadian Donghae yang kayak bocah itu.

Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam yang dipenuhi dengan lagu-lagu rock berisik kesukaan Donghae--serius, rasanya kepalaku bisa pecah kalau aku mendengarkan lagu-lagu itu non stop--akhirnya kami tiba di stasiun televisi yang terkenal banget se-Korea Selatan ini. Tempat ini persis seperti yang aku bayangkan, penuh dengan orang-orang sibuk yang berlalu lalang dengan ponsel di kuping mereka dan sebagainya. Sejauh mataku memandang, aku tidak melihat satupun artis--atau setidaknya, orang yang sering aku lihat di tivi. Yah, sebenarnya aku juga jarang menonton tivi karena kesibukanku dan Donghae, tapi setidaknya aku tahu beberapa orang terkenal dari sana.

Kami duduk di salah satu kursi panjang yang berada di lobi, menunggu kakaknya Bora datang menemui kami. Donghae tidak henti-hentinya menguap dan sesekali memejamkan matanya, tapi secepat itu juga dia tersentak bangun kembali, seperti ada sesuatu yang membangunkannya dengan tiba-tiba.

Jujur, aku masih penasaran siapa yang menelepon Donghae tempo hari, apa yang dibicarakannya dan kenapa Donghae bisa sampai melamun saat mengemudi seperti barusan. Beberapa tahun berpergian bersamanya membuatku tahu betul sifatnya, termasuk saat dia tengah menyembunyikan sesuatu dariku.

Dan kali ini, dia jelas-jelas sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Aku rasa aku harus bertanya dengan tegas kepadanya nanti.

Seorang cowok dengan rambut berwarna kecoklatan yang disisir dengan rapi, setelan pakaian jas yang terlihat tidak terlalu resmi tapi elegan dengan sepatu kulit mengkilap datang menghampiri kami. Untuk beberapa detik, aku terpana melihat penampilan cowok itu. Sial, dia benar-benar sempurna.

Tapi, di balik gaya berpakaiannya yang benar-benar mirip model itu, aku bisa melihat dengan jelas kerutan-kerutan tipis di kening dan sekitar matanya, sesuatu yang seharusnya tidak ada di wajah cowok seperti dia.

Dia kakaknya Bora.

"Yuri dan Donghae-ssi?" tanyanya, membuatku berdiri untuk menyambutnya dengan sopan. Donghae melakukan hal yang sama beberapa detik setelahku--tapi dengan mata mengantuk dan senyuman yang dipaksakan.

"Ya, dan kau adalah..." aku balik bertanya.

"Oh Sehun." jawabnya cepat, kemudian tersenyum garing. "Aku kakak tirinya Bora."

"Hah?" tanya Donghae. "Nggak salah? Kamu terlihat jauh lebih muda dari pada dia, loh."

Sehun kembali tersenyum garing kemudian menjawab, "Ya, aku tahu, tapi dia selalu menginginkan seorang kakak dan saat kami berkenalan sebagai saudara tiri, dia bilang dia ingin aku menjadi kakaknya. Berhubung hubunganku dan dia juga nggak begitu dekat, yah, aku menurutinya."

Aku membulatkan mulutku, membentuk huruf 'O' besar sambil mengangguk tanda mengerti.

"Maaf, aku jadi curhat begini. Ngomong-ngomong, terima kasih banyak sudah menyempatkan diri untuk datang kesini."

"Sama-sama." jawabku. "So, apa persisnya yang bisa kami lakukan?"

Sehun menghela napasnya panjang. "Lebih baik kita mengobrol di studio di lantai dua, Krystal sudah menunggu kalian disana. Disini--terlalu ramai."

The LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang