Donghae

227 24 2
                                    

Aku nggak mau terdengar seperti anak TK, tapi sumpah, lututku sakit banget.

Aku sudah menggunakan obat merah yang selalu tersedia di laci dashboard Civic, tapi dengan celana jeans yang robek begini lukanya malah terkena angin—dan asal kalian tahu saja, itu yang membuatnya makin sakit. Sialan, mana ini celana jeans kesayanganku lagi. Si bajingan itu harus menggantinya.

Oke, aku harus stay cool. Aku ini Lee Donghae, cowok keren yang nggak bakal nangis hanya gara-gara jatuh saat berlari.

Reputasiku nggak boleh rusak.

Garis polisi terpasang di sekitar taman kota, dan kurang lebih selama dua jam terakhir aku bergabung dengan Jimin si anak pramuka itu dan beberapa orang polisi lain yang dia panggil untuk menginvestigasi TKP. Kami nggak menemukan apapun yang mencurigakan—sayangnya, tapi aku sudah membeberkan ciri-ciri si bajingan-ber-hoodie-hitam-yang-larinya-kayak-setan itu kepada petugas CSI yang datang jadi aku berharap mereka bisa menemukannya. Sayang banget aku nggak bisa melihat muka si bajingan itu dengan jelas karena dia memakai masker yang menutupi hampir separuh mukanya. Aku cuman ingat matanya yang sipit, kayak kebanyakan orang-orang Korea lainnya, dan itu nggak bisa dijadikan ciri-ciri yang spesifik.

Tapi, berani taruhan, si bajingan-ber-hoodie-hitam-yang-larinya-kayak-kesetanan itu bakal muncul lagi, dan dia akan melakukan sesuatu yang jauh lebih gila dari sekedar meledakkan mobil.

Dan kita semua tahu kan, tebakanku selalu tepat.

Yuri datang lima belas menit setelah aku menyuruhnya kesini—lewat Jimin, tentu saja, karena pulsa ponselku habis dan aku nggak punya banyak waktu buat beli. Aku nggak bohong saat aku mengatakan bahwa aku membelalakkan mataku begitu melihat Yuri datang diantar sebuah mobil Ferrari berwarna merah mengkilap mirip tomat.

Ya, Ferrari.

Gila kan?

Kedatangannya jadi pusat perhatian—dan aku tahu banget, Yuri nggak suka jadi pusat perhatian. Seorang cowok dengan setelan jas berwarna krem, rambut acak-acakan tapi klimis—kayaknya sih, dia memoles sedikit gel rambut gitu—plus sepatu kets berwarna putih turun dari mobil itu duluan kemudian membukakan pintu untuk Yuri layaknya gentlemen sejati. Aku yakin banget, Ferrari merah tomat itu punya si cowok.

Pertanyaannya, siapa cowok itu dan kenapa dia bisa sampai mengantar Yuri kesini?

Aku melipat kedua tanganku sambil memperhatikan mereka berdua berjalan kearahku. Jimin si anak pramuka tahu-tahu sudah berdiri di sampingku, dahinya berkerut.

"Kenapa Yuri noona bisa datang bareng sama Kim Taehyung?" gumamnya.

Oh, jadi nama cowok itu Kim Taehyung, toh.

"Siapa dia?" tanyaku.

"CEO Orion Corp." jawab Jimin singkat, dan tanpa perlu di jelaskan lebih lanjut aku langsung tahu kalau Taehyung adalah orang yang punya banyak duit.

Dan biasanya, orang yang punya banyak duit dengan posisi tinggi di perusahaan sebesar itu punya pengaruh yang besar—plus, kekuasaan yang sama besarnya pula.

Nggak tahu kenapa, aku langsung nggak suka sama cowok itu.

"Hai." sapa Taehyung—yang terdengar sok ramah di kupingku—sambil tersenyum sopan kearahku."Kau pasti Lee Donghae, kakaknya Yuri."

Hell, nenek-nenek salto juga tahu itu. Basa-basi banget deh.

"Yup." jawabku singkat.

"Senang bisa bertemu denganmu, aku Kim Taehyung." lanjutnya, kemudian mengulurkan tangannya dan aku masih sopan untuk balas menjabat tangannya. Untuk ukuran seorang CEO dan orang borjuis kayak dia gini, tangannya lumayan kasar.

The LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang