RION POV
Ternyata, membuat orang cemburu itu menyenangkan. Apalagi kalau yang cemburu itu adalah orang yang kita benci. Rasanya benar-benar asik! Sampai aku gatal sekali untuk mengiyakan tuduhan jika aku dan Nata sudah berpacaran. Tapi, aku masih memikirkan perasaan Nata. Tak ada yang tahu kalau Nata tidak nyaman dituduh pacarku, kan? Makanya aku dengan sabar mengelak tuduhan itu.
“Akhirnya pulang juga,” ucapku bahagia. Hari ini pulang cepat, enaknya ngapain, ya? Ada kalanya aku bosan mengganggu Lily terus-menerus.
Lagi asiknya mikir mau kemana dan ngapain, kedua mataku tak sengaja menangkap momen Rey dan Nata sedang bercanda bersama. Wah, Rey sepertinya ingin mengambil alih si Nata. Apa aku biarkan saja dia sama Nata dulu hari ini? Lagian, aku sedang tidak mood berakting manis juga.
Sebuah ide terlintas dikepalaku. Secepat Kak Mira melihat diskonan di Mall, aku berlari menuju parkiran.
***
Aku diam tak mengerti saat Febby membukakan pintu rumahnya dengan mata yang bengkak. Seperti habis menangis dalam jangka waktu yang lama. Tentu saja, rasa awkward tidak bisa dihindari.
“A-ada apa, Feb?” tanyaku dengan ragu saat yang dilakukan Febby hanya diam. “Gue kesini mau ketemu Juni. Juninya ada, kan?”
Febby tidak berkata, hanya berbalik dan berjalan masuk. Tanpa perlu disuruh, aku berjalan mengikuti Febby sebelum menutup pintu terlebih dahulu. Febby menuntunku ke sebuah ruangan, dan keningku berkerut saat kulihat Juni yang tertidur pulas dikasurnya. Semakin dekat dapat kulihat wajah Juni yang begitu pucat. Apa yang terjadi?
“Tidak perlu khawatir, Juni hanya demam biasa.” Febby menjelaskan tanpa kuminta. “Doakan saja Juni cepat sembuh.”
Aku tidak begitu menghiraukan ucapan Febby. Karena, aku lebih memilih berjalan mendekat dan meletakkan punggung tanganku pada kening Juni. Reflek aku menjauhkan tanganku karna suhu tubuh Juni sangatah tinggi.
“Apa lo yakin? Lebih baik kita bawa ke rumah sakit!” seruku cemas.
“Lo kira rumah sakit itu bayarnya pakai tai, ya?” tanya Febby dengan sinis. “Untuk gue menuhin kebutuhan sehari-hari saja susah! Mau gue bayar pakai apa tagihan rumah sakitnya? Menjual diri?!” Febby menggeram kesal penuh amarah.
“Emangnya lo gak ada uang simpanan gitu?” tanyaku kembali, membuat Febby tertawa mengejek.
“Kemarin, Bibi gue datang dan malakin gue. Ngakunya, buat pengobatan suaminya.” Febby menatapku dengan wajah miris. “Dan lo tahu apa? Dia memanfaatkan kebaikan Juni dengan memohon-mohon didekat Juni. Otomotis, Juni yang mendengar hal itu pun memaksa gue untuk bantuin Bibi brengsek tu. walau kenyataannya, orang itu atau semua anggota keluarga gue tidak ada yang mau balas membantu.”
Kejahatan didalam drama-drama yang sering ditonton Kak Mira ternyata terjadi di dunia nyata. Kukira, orang gila harta nan tidak tahu diri seperti itu hanyalah antagonis khayalan manusia. Miris sekali ternyata sosok hina seperti itu benar-benar ada.
Aku menggendong tubuh Juni dengan sekali sentak. “Kita kerumah sakit sekarang!” Perasaan marah didalam diriku mulai menguasai. Entah kenapa, melihat Juni yang menderita seperti ini membuatku sangat tidak terima. “Setelah ini, lo beritahu dimana rumah Bibi lo itu.”
Aku mengabaikan semua panggilan dan kalimat yang keluar dari mulut Febby. Hingga sampailah di parkiran motor, Febby berhasil mencegat lenganku.
“Lo sudah terlalu ikut campur masalah gue dan Juni, Orang Asing!” Febby berdesis tajam. “Gue bercerita seperti itu bukan berarti lo bisa seenaknya ikut campur lebih jauh!”
KAMU SEDANG MEMBACA
PainFinder
Jugendliteratur[15+] PAIN SERIES #3 Karna, sekali kamu menemukan sisi tergelap dari perasaanmu, percayalah, kamu tidak akan pernah mau merasakan perasaan itu lagi. . . . "Akhirnya, aku menemukanmu!" . . . ...Jadi, kamu tidak percaya kalau aku mencintaimu?