AUTHOR POV
“Gue minta maaf ya, Yon.” Febby tersenyum tidak enak sembari duduk disebelah Rion yang tengah asik menikmati es buah yang ia beli dipinggir jalan sebelumnya.
“Harusnya gue yang minta maaf, Feb.” Rion mengusap bibirnya dengan punggung tangan. “Si Juni mana? Kok gak ada nongol? Nanti es punyanya gue habisin nih.”
“Juni ketiduran dikamarnya. Kayaknya kecapekan banget dia hari ini.” Febby membasahi bibirnya dengan gelisah. “Sekali lagi gue mau minta maaf sama lo, Yon.”
Rion benar-benar menghentikan aktifitasnya menyantap es buah. “Oke, sekarang lo malah bikin gue takut, Feb. Ada apa sih?” Rion menatap Febby dengan curiga.
“Gue … gue mau mulai sekarang lo ngejauhin gue.” Febby memalingkan wajahnya, tak mampu melihat reaksi apa yang diberikan oleh Rion.
“Febby, gue beneran minta maaf. Please, jangan karna masalah ini lo jadi─”
“Bukan, bukan itu!” potong Febby dengan cepat. “Ini demi kebaikan kita semua. Jadi, lo sebaiknya cepat-cepat tinggalin gue dan Juni mulai sekarang.”
“Kenapa?” tanya Rion dengan suara tercekat. “Gue ada buat kesalahan fatal apa?”
Febby memejamkan matanya dengan erat. “Karna … karna lo udah buat gue kesulitan! Lo buat gue sulit bahkan sampai detik ini!” seru Febby semakin memalingkan dan menundukkan wajahnya. “Lo … buat semuanya jadi sulit, Rion.”
“G-gue?” Rion beranjak dari tempatnya untuk berlutut dihadapan Febby yang duduk diatas sofa. Akan tetapi, Febby tetap tidak mau menatapnya. “Gue beban buat lo?” Rion berusaha menggenggam kedua tangan Febby, namun dengan cepat gadis itu menariknya. Sehingga hanya angin yang Rion genggam.
“Pergi dari sini, bencilah gue, dan jalani hidup lo seperti biasa. Itu akan sangat membantu, Yon.” Febby mengucapkannya dengan getir. “Sangat-sangat membantu.”
“Sebenarnya apa yang sedang lo omongin sih, Feb? Gue gak ngerti!” seru Rion frustasi. “Kenapa tiba-tiba lo jadi aneh banget?!”
“GUE SUKA SAMA LO. ITU YANG SEDANG GUE BAHAS DARITADI!” Febby mendongak dengan wajah yang sudah dipenuhi lelehan air mata. Ada luka dibalik pancaran kesedihan dua bola mata Febby. “PERASAAN GUE KE LO INI YANG JADI BEBAN BUAT GUE!”
Rion termangu. Febby mengusap kasar wajahnya dengan isakan halus yang keluar bebas dari bibirnya. Melihat keresahan yang nampak jelas dari Febby, membuat Rion perlahan kembali tersadar dan bergerak mendekap gadis dihadapannya itu.
“Sebenarnya gue gak yakin. Tapi, mendengar hal itu dari mulut lo rasanya gue gak perlu ragu lagi.” Rion menyisipkan anak rambut Febby kebelakang telinga gadis itu sebelum berbisik disana. “Gue juga suka sama lo, Febby.”
Pernyataan itu tidaklah membuat Febby senang atau lega, melainkan tambah kacau dan sedih. Gadis itu menangis lagi, kali ini terdengar lebih keras dan menyakitkan. Febby mencengkram kaos Rion dan menenggelamkan wajahnya dibalik hangat dada lelaki itu.
“Please, jangan suka dengan gue …,” lirih Febby ditengah isakannya. “Jangan bikin gue makin bingung, Yon ….”
Rion menguraikan pelukannya lalu meraih wajah Febby agar gadis itu menatapnya. “Febby, bisa jelasin apa yang sebenarnya terjadi?”
***
~ FLASHBACK ~
“Kayaknya Rion bakal telat deh,” ucap Rana sembari melirik jam yang terletak tak jauh dari ruangan itu. “Membuat strategi saja lama sekali. Dasar kawanan yang payah. Tapi, yaudahlah gak apa-apa.” Rana tertawa kecil dan Febby disampingnya mendelik horror.
KAMU SEDANG MEMBACA
PainFinder
Teen Fiction[15+] PAIN SERIES #3 Karna, sekali kamu menemukan sisi tergelap dari perasaanmu, percayalah, kamu tidak akan pernah mau merasakan perasaan itu lagi. . . . "Akhirnya, aku menemukanmu!" . . . ...Jadi, kamu tidak percaya kalau aku mencintaimu?