Waktunya Mencintai!

3.6K 190 5
                                    

AUTHOR POV

“Tumben lo gak nempel-nempel sama Rion, Ta,” tanya Rey bertepatan saat Nata datang dengan sebuah nampan ditangannya. Nata memberikan semangkok bakso dan segelas teh es kepada Rey yang terlihat senang sekali melihat makanannya.

“Gimana aku mau tempelin kalo Rionnya sibuk mulu belakangan ini,” jawab Nata sembari memasukkan beberapa sendok sambal ke mie ayamnya. “Heran deh lama-lama. Rion sibuk nemuin siapa sih? Tiap hari dia nelponin orang, baru tuh dia bakal kelihatan panik dan cepat-cepat pulang.”

Rey mengangguk dengan mulut penuh makanan. Sebenarnya, tanpa Nata sadari, Rey menjaganya dengan ketat dan juga tidak pernah hilang kontak dengan Rion. Sejak seminggu lalu, tepatnya saat deklarasi perang dengan Rana terjadi, ia dan Rion mau tak mau harus meruntuhkan ego masing-masing.

Akan tetapi, dibanding itu semua, ada satu keanehan yang menjanggal pikiran Rey maupun Rion. Yakni, masih tidak ada tanda-tanda Rana bergerak untuk menyerang mereka atau orang-orang disekitar mereka. Hal yang sebenarnya membuat Rey dan Rion semakin ketakutan tiap harinya.

“REY!” sentak Nata membuat Rey terlonjak kaget. “Kamu kok melamun? Sedang mikirin apaan sih? Aku panggil daritadi gak nyahut. Kamu gak enak badan atau gimana?” tanya Nata dengan wajah kesal.

“Enggak. Gue cuma lagi ngebayangin gimana kalo misalnya lo pergi ninggalin gue.” Rey memainkan makanannya yang masih banyak. “Lo gak bakal ninggalin gue ‘kan, Ta?”

“Ih! Jangan bikin aku takut dong!” seru Nata melotot sebal. “Aku belum siap mati nih! Dosaku masih banyak tau!”

Rey tertawa singkat lalu memakan baksonya yang tiba-tiba terasa hambar dilidahnya. Nata pun ikut melahap kembali mie ayamnya dengan pikiran tentang kematian yang mengganggu.

Tiba-tiba saja Nata memukul meja didepannya, membuat Rey hampir tersedak. “Aku jadi kepikiran. Ah, Rey sih omongannya suka ngasal gitu! Duh, aku takut nih mati betulan.”

“Tenang aja, Ta. Para pendosa susah mati─anjrit!” Rey mengusap pipinya yang menjadi korban tembakan es batu dari Nata. Masih dengan sedotan yang berada diantara bibirnya, Nata mengembungkan pipinya sebal.

Melihat tingkah Nata yang terlihat lucu dimatanya itu membuat perasaan Rey menjadi lebih baikan dan keinginannya untuk menjaga Nata semakin besar dan kuat. Demi apapun, Rey tidak ingin kehilangan Nata. Terlebih jikalau hal itu dikarenakan perempuan gila di masa lalunya.

***

Febby menerima air mineral yang diberikan Rion. “Lo gak usah kayak bodyguard gue juga kali, Yon. Ini sudah seminggu dan gue baik-baik saja, ‘kan?” ucap Febby sebelum meminum air mineral ditangannya.

“Karna itu gue jadinya makin was-was, Feb. Gue gak mau lengah sedikit pun,” balas Rion. “Rana tuh sudah stress dari dulu. Gue aja nyesal banget udah kenal sama dia.”

“Halah! Gitu-gitu dia mantan lo, Yon.” Febby mengusap bibirnya lalu menutup air mineral itu kembali. “Dulu aja lo sayangin. Sekarang kok malah dikatain? Munafik ah!”

“Jangan bikin gue tambah nyesal dong, Feb ….” Gumam Rion murung, membuat Febby tertawa lepas. “Lo mah gitu. Senang banget liat gue menderita kayak gini.”

“Habisnya lo lucu sih,” ucap Febby spontan. Beberapa detik kemudian Febby menyadari ucapannya dan wajahnya pun perlahan memanas.

“Eh? Jadi gue itu lucu dimata lo, ya?” Rion menyeringai lebar dan Febby memalingkan wajahnya ke lain arah. “Gak usah di kasih tahu juga gue udah tahu kalo gue itu lucu. Makhluk ciptaan Tuhan paling indah gue mah.” Rion menyisir rambutnya kebelakang dengan sok ganteng.

PainFinderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang