AUTHOR POV
Rion nyengir polos saat Febby memicingkan kedua matanya begitu melihat kehadiran cowok itu dibalik panggung. Febby menghela nafas berat lalu menaruh gitarnya sebelum duduk di kursi terdekat.
"Gue heran kenapa lo mudah banget nyelinap kesini," ucap Febby. "Padahal, keberadaan lo gak ada yang menginginkannya."
"Kali ini gue yang ditarik sama mbanya kesini kok. Serius deh!" Rion mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V. "Lo salah, Feb. Justru kedatangan gue malah ditunggu sama mba-mba tempat ini. Tapi, tenang saja, kedatangan gue cuma buat lo kok."
"Ck! Ngapain sih lo kesini? Bukannya gue udah gak ada urusan sama lo, ya?" tanya Febby penuh amarah.
"Feb, gue nyesal dan gue minta─"
"Cukup!" Febby bangkit dari posisi duduknya dengan wajah merah padam karna amarah yang semakin menjadi-jadi. "Gue tidak akan melupakan apa yang sudah lo lakukan waktu itu."
***
FLASHBACK
"Lo gak bisa egois sekarang, Feb!" seru Rion kepada Febby yang tengah mondar-mandir dengan ekspresi menahan tangis."Tapi, gue udah ngerepotin lo banyak banget, Rion!" Febby sedikit berteriak dengan wajah yang memerah dan nafas memburu. "Gue gak suka berutang budi sama orang!"
"Kalo begitu, kita ambil hak lo sekarang! Kita samperin orang yang sudah maling uang lo!"
Febby menahan lengan Rion yang hampir beranjak pergi meninggalkannya. Membuat Rion mendelik tajam kearahnya. Bukannya takut, Febby berbalik menatap Rion tak kalah tajam dan menantang.
"Lo udah kelewatan kali ini. Akan jauh lebih baik kalau lo pulang dan tinggalin gue sendiri." Febby tersenyum lirih saat Rion menghempas kasar lengan yang ditahan olehnya.
Rion berbalik hingga kini sepenuhnya bertatapan dengan Febby. Ada amarah dan kekecewaan dibalik mata lelaki itu. Entah kenapa, hal itu malah membuat Febby menjadi merasa bersalah.
"Pilihannya cuma dua, Feb. Kita minta uang lo kembali dari maling itu atau gue yang lunasin semua biayanya untuk saat ini. Kalau lo gak mau milih, gue bakal ambil tindakan sendiri. Bagaimana?" tanya Rion penuh penekanan dan sorot tajam penuh intimidasi.
"Apa ini bagian dari rencana gila tentang menemukan rahasia satu sama lain?" Febby malah bertanya balik, disusul oleh tawa mengejek miliknya. "Gue harusnya tahu dari awal kalau perjanjian itu hal yang bego banget."
"Asa lo tahu, Feb, gue sama sekali gak ada maksud seperti itu!" kini amarah Rion mulai tidak bisa dikendalikan. "Dan lagi, kenapa orang miskin kayak lo bisa punya harga diri setinggi ini?! Ini bukan waktu yang tepat untuk banyak tingkah! Apa lo memang suka bertingkah bego dan egois begini, hah?!" nafas Rion terengah dengan kedua mata berkilat tajam saat semua ucapannya keluar.
"Oh, jadi itu yang ada dipikiran lo selama ini?" Febby tertawa kering dengan air mata yang turun tanpa ia sadari. Rion yang melihat hal itu pun tersentak dan membeku ditempat. "Gue akui kalau gue memang miskin, bego, egois dan banyak tingkah. Tapi, asal orang kaya seperti lo itu tahu, masih ada banyak orang miskin di luar sana yang memiliki harga diri. Tidak semua orang miskin bisa direndahkan sama orang berduit kayak lo, SIALAN!!!" teriak Febby cukup nyaring sebelum meninggalkan keheningan. Febby mengusap kasar air matanya lalu berlari menjauh meninggalkan Rion.
Keduanya tidak menyadari saat itu Juni mendengarkan semua argumen mereka. Suster yang menemani Juni merasa iba hingga memilih untuk menuntun gadis kecil itu kembali ke ruang rawatnya. Wajah ceria Juni pun kian sirna, terganti dengan raut kekecewaan mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PainFinder
Novela Juvenil[15+] PAIN SERIES #3 Karna, sekali kamu menemukan sisi tergelap dari perasaanmu, percayalah, kamu tidak akan pernah mau merasakan perasaan itu lagi. . . . "Akhirnya, aku menemukanmu!" . . . ...Jadi, kamu tidak percaya kalau aku mencintaimu?