His smile

1.4K 81 6
                                    

Hari ini terasa berbeda. Pasca aku pulang bersama dengan pak Albert, aku sedikit merasa canggung dengannya.

Terkadang, aku memang sengaja menghindari pak Albert. Tapi agar tidak terlalu terlihat olehnya, aku masih mengikuti pelajaran di kelas dia.

Mungkin terlihat malas - malasan. Setidaknya aku masih bisa menjawab quiz yang diberikan pak Albert. Jujur, aku sudah berniat untuk melupakan semuanya.

Mulai dari pertemuanku dengannya yang menurut orang pasti itu sangat biasa, berlanjut ke awal mula aku jatuh cinta padanya. Memang aku iseng pertamanya, aku dan ketujuh temanku sedang membandingkan pak Albert dengan pak Erik, salah satu guru muda juga di sekolahku.

Keduanya sama - sama memiliki wajah tampan dan usia muda. Sama - sama guru bahasa, yang satu bahasa Prancis yang satu bahasa Inggris. Sama - sama the most popular teacher of school. Tapi keduanya berteman baik dan sering terlihat kompak saat di sekolah.

Di saat teman - temanku, lebih tertarik dengan pak Erik, aku justru tertarik dengan yang satunya. Rasa ketertarikan ku berubah menjadi rasa penasaran yang membuatku selalu memperhatikan pak Albert, lalu tiba - tiba saja rasa suka ini muncul dengan sendirinya.

"Sst" Usikan itu terdengar saat aku hampir terlelap. Aku pun menoleh ke kanan dan tidak mendapati apa - apa. Aurel pun juga sedang fokus dengan papan tulis.

Aku membuka mataku perlahan, sepertinya aku ketiduran. Namun kenapa semuanya tampak sepi. Dan tepat saat aku melihat ke arah teman sebangku-ku tidak ada Aurel disana. Justru yang aku dapatkan adalah Pak Albert sedang menatapku tajam.

"Kamu tertidur dalam pelajaran saya? Kamu dalam bahaya Valerie" Ucapnya dengan satu nafas. Aku masih berusaha mengumpulkan nyawa dan memastikan ini nyata atau hanya sebuah mimpi.

"Kamu tahu jam berapa sekarang?" Tanyanya lagi sambil melirik jam tangan yang bertautan sengan tangan kirinya. "Tidak pak" Kemudian ia menggerakkan tangan kirinya ke depan wajahku.

Astaga! Sudah jam 4 sore. Seharusnya sudah 1 jam yang lalu jam pelajaran terakhir selesai. "Bapak kenapa ga bangunin saya?" Tanyaku sambil merapihkan buku yang masih berserakan di meja.

"Kamu kan ga minta saya untuk bangunin kamu" Jawabnya. Kenapa ia harus mengikuti gaya berbicara ku sih.

"Mau saya antar pulang?". Tanyanya, yang kini sudah di ambang pintu kelas. Saat itu juga, aku teringat satu hal. Ia sudah menjadi calon mempelai pria. Jadi untuk apa aku meng-iyakan tawarannya, justru akan membuatku semakin sakit.

"Tidak pak, terima kasih" Aku pun mendahului pak Albert keluar kelas tanpa berpamitan. Bisa dibilang, sekarang aku sudah tidak punya etika terhadap guru.

***

"Ginny, kamu lagi ngapain?"

"Belajar, ma". Mama terlihat sibuk sekali, super sibuk. Ia bekerja sebagai guru dan sekaligus menjadi ibu rumah tangga.

"Udah malem begini kamu masih belajar?" Tanyanya sembari menghampiriku. "Iya. Besok ada ulangan harian Bahasa Inggris" Jawabku sedikit berteriak karena mama dari tadi mondar - mandir merapihkan pakaian.

"Ah ngapain belajar, kamu kan udah jago bahasa Inggrisnya turunan dari mama, sini bantuin mama aja" Aku berdiri mencari sumber suara mama dan ikut merapihkan pakaian milik papa dan kakak-ku.

"Mama aja dulu pas ulangan bahasa Inggris dapet nilai seratus." Sombong sekali mama-ku ini. "Wah, jago banget kok bisa ma?"

"Iya, kan buka buku ulangannya hehe." Dengan santainya mama menjawab seperti itu, aku pun terbahak seiringan mama yang juga ikut terkekeh.

Immarginny Valerie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang