Immarginny Valerie's POV
Pagi yang cerah, aku terbangun dari tidurku karena alarm yang sungguh berisik. Aku melakukan aktifitas rutinku, sholat subuh, mandi, sarapan, berangkat ke sekolah.
Entah mengapa, aku merasa berbeda hari ini. Seperti ada energi yang membuatku sangat semangat. Aku berjalan menyusuri sekolah dengan senyuman dan langkah yang terbilang cepat.
Ketika sampai di kelas, aku baru menyadari. Aku kepagian. Yasudahlah, toh lebih baik kepagian daripada kesiangan.
Satu persatu temanku datang, Airin pun datang dengan malasnya duduk tepat disampingku. "Pagi Airin!"
Aku berseru di telinganya membuat ia geram kepadaku. Aku terkekeh kecil melihatnya. Semua terasa biasa saja tidak ada yang istimewa, atau belum ada yang istimewa mungkin.
Begitu bel istirahat berbunyi, seluruh anak pergi keluar kelas. Tidak denganku karena aku biasanya makan di kelas.
Apalagi habis ini pelajaran pak Albert, ia paling benci dengan murid yang telat masuk kelasnya. Menurutnya, itu sama saja tidak menghargai waktunya.
Tidak terasa, waktu istirshat berlalu cepat. Ketika pak Albert masuk ke kelas, anak - anak sudah duduk begitu rapih. Ia langsung memulai pelajarannya.
Entah kenapa, kalau bukan pak Albert yang mengajar mungkin aku akan selalu membolos pelajaran bahasa Prancis. Aku sama sekali tidak tertarik, tetapi pak Albert satu - satunya alasan aku bertahan dengan pelajaran ini.
Pelajaran ini sungguh membosankan, apalagi kalau pak Albert hanya memberi soal bukan menjelaskan. Rasanya ingin menatapnya saja sepanjang jam pelajaran.
Ternyata aku benar - benar melakukannya. Menatapnya hingga bel pulang tanpa menjawab satu soal pun. Pak Albert menghampiri mejaku. Ini buruk.
Ia berhenti tepat di depan mejaku dan Aurel. Aurel hanya melihatku sekilas dan meninggalkanku kemudian, mungkin ia takut dengan pak Albert.
Aku memberanikan diri untuk mendongakkan kepala, sekarang aku melihat pak Albert dengan wajah seramnya, matanya sedang menusuk - nusuk tubuhku. Aku hanya memperlihatkan ekspresi menyesalku.
Ia mengelurukan tangannya di depan wajahku, telapak tangannya mengalihkan pandanganku. Aku bingung tak mengerti, apa dia meminta tugasku? Mati saja.
"Pulang sama saya?" Tanyanya dengan lantang. Dia gila. Bahkan temanku belum ada satupun yang meninggalkan kelas.
Aku membesarkan mataku tapi justru dibalas seringai olehnya. Kemudian ia tersenyum masih dengan tangan yang meminta, yang menunggu sambutan tanganku.
Aku menoleh ke sekitar, beberapa anak cewe ada yang kaget melihatnya, anak laki hanya cuek namun ada juga yang memerhatikan.
Aku berpikir sejenak, kembali aku melihat matanya yang memancarkan ketulusan. Aku menghela nafas dan mencoba mengangkat tanganku.
Perlahan dan sangat perlahan. Sekali lagi aku berfikir, ini adalah hal tergila jika aku bergandengan tangannya di lingkungan sekolah. Tetapi rasanya, pak Albert yang begitu tenang mematahkan kekhawatiranku.
Aku menyentuh tangannya perlahan, setelah keputusan yang kubuat, pak Albert tersenyum.
"Maaf, kelamaan pak" ucapku menunduk. Kemudian ia mengenggam tanganku, aku mengambil tas cepat dan melangkah seirama dengan langkah pak Albert.
Ia mengajakku keluar kelas, menarikku lebih tepatnya. Gawat, keadaannya lebih ramai daripada yang ku bayangkan. Semua mata tertuju pada kami. Aku takut, sangat takut. Jadi aku hanya bisa menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immarginny Valerie.
Teen FictionAku hanyalah seorang siswi biasa yang tidak ada bedanya dengan siswi - siswi lain di sekolahku. Hidupku seperti di cerita fiksi ketika aku bertemu dengan guru bahasa Prancis yang menjadi satu idola di sekolahanku. Mungkin, murid yang lain tidak pern...