Curious

1.1K 62 1
                                    

D-6 Hari Lomba.

Aku membuka mataku pelan, mencoba membangkitkan setengah tubuhku yang menyatu dengan meja. Melihat sekitar dengan pandangan yang sedikit buram. Aku pun baru menyadari, aku sedang ada di ruang guru sekolah.

Aku terkejut saat melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 7 pagi. Astaga. Aku tidak pulang semalam, aku yakin saat sampai rumah mama dan papa menyiapkan seribu pertanyaan. Aku pun bergegas mengambil tas dan membuka pintu dengan cepat.

Begitu keluar dari ruang guru, aku berlari mengabaikan pak Albert yang kulihat sekilas ia sedang membawa dua buah minuman kaleng ke arah ruang guru. Tapi apa boleh buat, aku harus menyusun jawaban untuk pertanyaan mama dan papa nanti.

"Valerie!" Seru seseorang saat aku baru saja keluar gerbang.

"Naiklah"

Pak Albert dari dalam kaca mobil Rangeovernya. Aku masih terus berjalan sambil berfikir, terima tidak tawarannya. Aku rasa aku lebih baik ikut saja dengannya agar cepat sampai rumah.

"Tenanglah, nanti akan saya jelaskan ke orangtua kamu" ujar pak Albert di sela sela kesibukanku memasang safety belt.

"Huh? Sekarang bapak harus nyetir dengan cepat pak. Ayo pak!" Seruku mengabaikan ucapannya tadi.

Ini ke dua kalinya aku berada di satu mobil dan bersebelahan dengan pak Albert. Sudah tidak se deg-degan seperti dulu. Kali ini aku lebih panik dengan apa yang harus aku jelaskan kepada mama papa.

Kalau aku cerita yang sejujurnya, aku terkunci berdua di dalam ruang guru dengan seorang pria. Apa tanggapan mama nanti? Dan jika aku jujur juga bahwa kenyataannya adalah pria itu guruku, apa papa tidak akan heran?

*

Tegang sekali suasananya. Kini aku sudah duduk di sofa dan dihadapanku sudah ada mama dan papa menatapku diam. Aku tidak sendirian duduk di sofa, pak Albert menemaniku di sisi kiri.

"Pa, Ma..." Panggilku dengan nada sedikit takut.

Menurut kalian papa dan mama adalah orang yang nasionalis? Yang sedikit ada kesalahan langsung kena hukuman. Mereka tidak seperti itu. Lalu, kalian pikir mama dan papa orang yang cuek? Tidak. Mereka juga bukan orang yang seperti itu.

"Apa anda gurunya Valerie?" Mama membuka suara kepada pak Albert.

Pak Albert hanya tersenyum dan mengangguk pelan, mama yang melihat muka tampan pak Albert langsung berubah menjadi murah senyum. Ada - ada saja.

"Mama.." Tegur papa di sampingnya.

Lagian, kenapa pak Albert ikut masuk ke rumahku segala. Dan kalaupun sudah terlanjur masuk, kenapa tidak mencoba menjelaskan, bukan diam seperti ini.

"Hm, om-tante, maaf sebelumnya. Saya Alif. Guru bahasa Prancisnya Valerie. Jadi semalam..."

"Saya ingat kamu. Alif dari kelas unggulan itu kan? Kamu sangat dikenang di kampus dulu karena prestasi - prestasi kamu"

Aku sempat melirik pak Albert namun perkataan pak Albert dipatahkan begitu saja oleh papa.

"Jadi bapak masih mengingat saya? Saya sedikit tenang, begitu tahu kalau orangtua Valerie adalah bapak"

Sepertinya hanya aku yang terlihat bingung di sini, buktinya mama mengangguk - angguk sambil tersenyum. Tapi mama bertingkah seperti itu karena mengerti atau karena melihat wajah pak Albert sih.

"Tunggu, papa sama pak Albert saling kenal?" Tanyaku penasaran.

"Kamu tidak tahu Val? Dia ini mahasiswa andalan papa dulu, dia sangat cerdas di kelas papa loh"

Immarginny Valerie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang