Yeah finally, hari ini adalah hari dimana aku dan Airin harus mengaggumkan nama kelasku yang sudah terkotori dengan perilaku anak cowo di kelasku.
Tim OSIS sudah mempersiapkan tempat untuk kami para peserta untuk bersiap - siap.
Ada yang masih sibuk menghafal, ada yang hanya diam saja. Tapi aku dan Airin malah mengobrol beberapa menit sebelum tampil.
Aku tidak ikut menyiapkan lomba karena posisiku disini juga peserta. Dan pak Erik sudah mengerti itu, aku juga sudah selesai dengan tugasku, membagikan nomor peserta dan memberitahu tempat pertunjukkan.
Tetapi ada yang mengganjal di pagi ini. Bangku juri hanya ada dua, bukankah harusnya tiga? Siapa yang tidak hadir?
"Hari ini? Aku rasa aku tidak akan bisa fokus berlomba kalau begini"
"Pantas saja, aku tidak melihatnya dari tadi"
"Untuk apa aku menang?"
Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan dari kelas lain. Aku dan Airin sama - sama bingung sekarang. Apa yang terjadi?
"Jangan - jangan?" Ucap Airin kepadaku sambil menutup mulutnya yang sudah menganga lebar.
"Apa?" Memang dasar lemot stadium dua.
"Apa hari pernikahannya hari ini?" Airin berbisik dan berhasil membuat badanku melemas.
Flashback
"Kau menyukainya? Alif?"
Pertanyaan mas Rian membuatku diam mematung. Bahkan mata mas Rian berusaha mencari kejujuran dimataku yang sudah melebar.
"Kel-Kelihatannya....?"
"Wah..., Wah...," Reaksi abang-ku ini seakan tidak percaya.
"Even my little sister, liking him too"
"Apa sebuah kesalahan menyukai seorang guru?" Tanyaku cuek.
Mas Rian mulai menatapku serius. Sepertinya situasi saat ini benar - benar serius.
"Aku rasa tidak. Menyukai lawan jenis hal yang wajar bukan?"
"Tetapi semua orang bilang itu tidak mungkin. Guru dan murid itu tidak akan pernah terjadi, semua hanya fiktif!" Ucapku sedikit berteriak.
Entah apa yang kurasakan sekarang benar - benar kacau. Mendengar ia ingin menikah dalam waktu dekat.
Aku menyesali keterlambatanku muncul di hadapannya. Aku menyesali perasaanku yang salah. Aku menyesali bahwa orang itu adalah guruku sendiri.
"Kau menangis?" Tanya mas Rian sambil mengusap pipiku lembut.
"Aku iri. Kau bisa menangisi Alif tapi kau tidak pernah menangisiku" Lanjutnya.
Tiba - tiba ponselku yang berada diatas meja bergetar, tanpa aku ambil aku dapat melihat pesan masuk atas nama Pak Albert
[17.10] Sampai bertemu besok!
Aku menahan air mataku untuk menetes yang kedua kali. Ini tidak benar, aku tidak boleh menangisinya. Dia hanya seseorang yang aku sukai, bukan aku sayangi.
"Kalau benar Alif pernah memberimu harapan walaupun itu sedikit. Aku yakin, dia tidak pernah main - main dengan perbuatannya. Karena dia selalu bertanggung jawab" Mas Rian memelukku.
Flashback End
Aku hanya bisa menguatkan kakiku dan kepalan tanganku. Aku berusaha terlihat baik - baik saja. Pesan yang ia kirim semalam tidak berarti apa - apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immarginny Valerie.
Teen FictionAku hanyalah seorang siswi biasa yang tidak ada bedanya dengan siswi - siswi lain di sekolahku. Hidupku seperti di cerita fiksi ketika aku bertemu dengan guru bahasa Prancis yang menjadi satu idola di sekolahanku. Mungkin, murid yang lain tidak pern...