Our moment

1.2K 72 3
                                    

D-7 Hari Lomba

Bertemu lagi dipelajaran Prancis. Aku merasa biasa saja sekarang tidak seantusias dulu. Kadang malah aku merasakan kalau segala reaksiku terhadap pak Albert terkesan dibuat - buat.

"Airin?" Suara pak Albert ketika baru saja masuk ke kelas.

Airin tidak menjawab tapi hanya memandang pak Albert dari bangkunya dengan tatapan sinis.

"Bagaimana persiapanmu?" Tanyanya sembari bersandar di meja guru.

"Saya kan tidak mau ikut pak. Jadi, saya tidak menyiapkan apa - apa" Jawab Airin polos.

Aku memerhatikan raut wajah pak Albert seketika berubah. Ia tertawa tapi seperti ada aura aneh dari seringainya. Ya aku tahu, jawaban Airin tidak seperti apa yang diharapkan. Kami berenam juga kaget mendengar jawabannya.

Suasana belajar mulai kondusif lagi seperti biasa. Menurutku, cara mengajar pak Albert paling sempurna diantara guru yang lain.

Ia menjelaskan materinya di awal sedetail mungkin kemudian ia mengulanginya hanya di bagian inti. Barulah sesi tanya jawab dan di tutup dengan kuis.

Walaupun aku tidak menyukai pelajaran ini, tapi pak Albert bisa membuat aku nyaman berada di kelasnya.

"Sekarang kita ulangan ya. Siapkan kertasnya"

Apa?! Ulangan dadakan. Menyebalkan sekali. Ini pertama kalinya ia melaksanakan ulangan dadakan.

Sepertinya moodnya berubah seratus delapan puluh derajat karena Airin. Hebat sekali dia bisa membuka sisi lain pak Albert yang judesnya bukan main.

"Seperti biasa, saya hanya akan memberi sekali peringatan kepada siapapun yang ketahuan oleh saya mencontek. Jika ketahuan lagi untuk kedua kalinya, silahkan keluar dari kelas saya"

Peraturannya memang sangat ketat. Tapi aku tidak semangat mengerjakan ulangan karena senyuman pak Albert yang kemarin sudah menghilang begitu saja saat memasuki kelasku. Apakah murid - murid di kelasku sebegitu buruknya, sampai - sampai hampir semua guru membencinya.

Hal yang wajar bukan, di usia kami yang beranjak dewasa melakukan tindakan - tindakan nakal. Karena kami penasaran akan sesuatu hal yang baru, kami juga muak dengan segala tugas yang diberikan, apa salah jika kami hanya sedikit memberontak?

"Peringatan pertama untuk Airin"

Ditengah - tengah keheningan kelas yang sedang pusing membaca soal. Suara itu dengan lantangnya menyebut nama Airin. Apakah ia juga menyimpan dendam dengan sahabatku?

"Lah kok saya pak, saya aja diam dari tadi" Bantah Airin.

"Peringatan dua. Kamu mau keluar?"

Sumpah demi apapun. Aku seperti melihat sisi lain pak Albert. Ternyata ia tidak pernah membeda bedakan antara cewe dan cowo, jika ia ingin memakai kekerasan juga aku rasa ia tidak akan segan.

"Tidak pak. Maaf" jawab Airin pasrah.
Airin bisa apa, setengah masa depannya ada di tangan pak Albert. Bagaimana jika ia tidak lulus di pelajarannya, ia mungkin bisa saja tidak naik kelas. Akhirnya Airin pun mengalah.

Ulangan akhirnya selesai. Tanpa berkata apa - apa selain mengucap salam, pak Albert langsung meninggalkan kelas

"Aku tidak menyangka kalau pak Albert bisa semarah itu" Celetuk Nurul.

"Kau ini ceroboh sekali Airin" Entah mengapa, aku juga tidak suka dengan sifat Airin yang asal bicara dan kurang sopan santun terhadap guru.

"Kenapa memangnya? Kau ingin membela guru yang kau sebut tampan itu? Kau akan menyesal" Airin memancing amarahku.

Immarginny Valerie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang