My Decision

981 69 12
                                    

D-2 Hari Lomba

"Saya kangen kamu"

Lagi - lagi kakiku melemas, aku hanya bisa terduduk di kasur masih dengan telepon genggam yang menempel ditelingaku.

Aku menjatuhkan tubuhku ke belakang, membuang ponsel ke sembarang arah, kurasakan mataku kembali terasa pedih.

***

"Ginny...?"

Seseorang memanggilku sesaat aku menaruh tas ransel-ku diatas meja. Airin rupanya.

"Kau baik - baik saja?" Tanyanya.

"Memangnya aku kenapa?"

"Aku sudah mendengar semuanya, gosip tentang pak Albert dan tentang insta-"

"Ah, sudahlah" Potongku sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.

"Lagipula, aku sudah membuat keputusan" Lanjutku.

"Wah wah, pagi - pagi begini sudah bergosip, ingin menyaingi kelas lain rupanya" Tiba - tiba Aurel dan Lika datang bersamaan.

"Keputusan apa?" Tanya Lika.

"Lebih baik aku mengindari pak Albert"

"Aish! Tentu saja kau tidak bisa" Airin membantah

"Kenapa?" Tanyaku bingung. "Kalau kamu menghindar dari pak Albert, semua akan terlihat jelas kalau kamu cem..buru?" Airin terlihat ragu mengucapkan kalimat akhirnya.

"Bertingakah seperti biasa sajalah, toh pak Albert juga suka sama kamu, buktinya ia mendekatimu"

"Dia tidak pernah mendekatiku, aku yang mendekatinya. Dan sekarang aku yang harus mengakhirinya"

"Bukankah, aku sudah pernah bilang pada kalian, ada dua hal yang bisa membuatku move on darinya. Pak Albert yang meminta, atau ia akan menikah". Perlu kekuatan memang untuk mengucapkan hal seperti ini.

"Huh, padahal aku mendukungmu dengannya Gin. Tapi mau bagaimana lagi, ini keputusanmu" Sahut Lika yang hanya aku balas dengan senyuman.

Semua berjalan seperti biasa saja dikelasku. Tapi tidak bagi kelas lain, sepertinya hari ini pak Albert menampakkan diri di sekolah.

Terlihat berbondong - bondong siswi mendatangi ruang guru. Ada yang berpura - pura dipanggil guru inilah ada yang berpura - pura mengumpulkan tugaslah.

Aku bahkan tidak bisa membayangkan, betapa ramainya meja pak Albert di dalam sana dengan surat - surat cinta. Memang sudah resiko menjadi manusia tampan. Salah sendiri suka tebar pesona kesana - kesini, tau rasa kan sekarang.

"Kantin?" Teriak Kirana yang langsung disambut dengan kelima temanku yang lain.

"Eh, kamar mandi dulu ya" Ujar Nurul saat menuruni anak tangga.

Mau tidak mau kita semua ke kamar mandi tapi tidak semuanya masuk ke toilet. Aku, Lika dan Reva menunggu di luar, sisanya bergantian ke toilet.

Mimpi buruk. Pak Albert sedang berjalan ke arah kamar mandi sambil melakukan kebiasaanya, senyum tebar pesona. Senyum? Ia tersenyum?
Aku cepat - cepat mengalihkan pandanganku dengan membalikkan badan. Sialnya, sekarang aku menghadap ke kaca. Ish, menyebalkan. Dewa Fortuna tidak berpihak padaku.

Aku memejamkan mataku sejenak, mungkin benar kata Airin, aku harusnya bersikap biasa saja dengannya. Huh, perlahan aku membuka mata-

"WHOA!" Aku terkejut setelah mendengar teriakkan orang di belakangku. Aku pun kehilangan keseimbanganku dan hampir jatuh.

Sebuah tangan menarik ku agar aku tidak terjatuh, dan sekarang aku berhadapan dengan dada bidang seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alifar Bernando.

Immarginny Valerie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang