Orang Itu

3.8K 217 8
                                    

"Hai, Inaya." Ia menatapku, dengan senyuman menghiasi wajahnya.

"Ah, iya, hai juga." Sedikit gugup aku menjawabnya.

"Maaf, aku memintamu untuk menemuiku." Suaranya begitu lembut.

Mataku seolah tak ingin melepaskan pandangan darinya.

Bagaimana bisa lepas, sosok pria itu membuatkuterpesona. Dia bertubuh tinggi dengan wajah ... tampan.

Benar kata Darin.

"Hei." Sapaannya membangunkan lamunanku.

"Oh, ya tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut karena tiba-tiba ada orang yang ingin bertemu denganku. Seingatku, aku tidak punya janji dengan siapa pun."

"Maaf aku tidak membuat janji sebelumnya. Nay, apa kamu mengenalku?" ia menatapku penuh tanya.

Aku terdiam.

Aku tidak mengenalnya sama sekali. Tapi aku rasa, aku pernah melihatnya sesekali.

"Hei ...." ia melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Ah iya, ada apa?" lagi-lagi dia membangunkan lamunanku.

"Aku bertanya, apakah kamu mengenalku?" ia menatapku.

"Kayaknya aku pernah lihat, tapi aku gak tahu kamu siapa," jujurku.

"Hm ... Sudah kuduga kamu tidak mengenalku. Lucky Dagio Arham, panggil aja Gio." Ia tersenyum seraya mengulurkan tangannya.

"Oh, iya. Aku In ... eh, uhm ... kamu udah tahu namaku ya." Aku menyambut uluran tangannya.

"Tentu saja aku tahu. Aku selalu melihatmu, bahkan memperhatikanmu."

Semua yang dia ucapkan membuat darahku berdesir. Belum ada seseorang yang berkata seperti itu lagi sejak aku meninggalkan seorang pria beberapa tahun yang lalu.

Lagi-lagi aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku katakan.

"Maaf, kalau aku membuatmu terkejut Nay. Tapi sudahlah, bisakah kita berteman? Seperti kamu dengan Venus."

"Ya enggak lah. Mana mungkin bisa." Aku menutup mulutku.

Refleks saja aku melontarkan kata-kata itu tanpa berpikir panjang. Dia memalingkan wajahnya, bola matanya seolah sedang mencari sesuatu.

"Hei, maafkan aku. Uhm ... eh, siapa tadi namamu?" aku menggaruk kepala dan mencoba menatapnya.

"Gio," ujarnya.

"Oh, oke. Maaf, Gio. Maksudku mana mungkin bisa seperti itu. Aku dan Venus sudah lama berteman. Aku tidak pernah berpikir ada teman yang jauh lebih baik dari dia."

"Gak apa-apa, aku mengerti. Tapi, boleh kan aku minta nomor ponselmu?" ia menaikkan alisnya.

"Untuk apa?"

"Ya, siapa tahu akan ada sesuatu yang harus kutanyakan padamu."

"Begitu ya, baiklah." Saat hendak memberikan nomorku pada Gio, tiba-tiba Venus memanggilku.

"Nay, kamu kebiasaan banget sih. Cepat kesini." Ia melambai-lambaikan tangannya.

"Itu Venus, dia mungkin mencariku. Maaf, aku harus pergi." Aku berlari menghampiri Venus.

"Hei, tapi bagaimana dengan nomormu?"

"NANTI," teriakku.

Waktu berlalu dengan cepat. Semua acara telah selesai. Aku dan Venus bergegas pulang. Seperti biasa, aku mengantarkan Venus ke rumahnya.

Back On True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang