Semakin hari entah kenapa perasaanku semakin tak menentu. Bahkan aku tak bisa menafsirkannya.
Seringkali, tiba-tiba aku menangis, padahal tidak ada siapa pun yang menyakitiku. Hanya saja perasaan yang aku rasakan sepertinya membuat emosiku jadi tak terkendali.
Entah kenapa tiba-tiba saja perasaanku terhadap Gio, hilang semuanya.
Hal ini membuat batinku seolah bertengkar. Aku merasa hatiku jatuh dan terpaut pada Alif. Sedangkan di sisi lain, aku tak ingin menyakiti perasaan Gio. Jika aku memutuskan hubunganku dengannya, aku tau Gio akan merasa sangat kecewa. Tetapi, kalau aku tidak mengakhiri hubungan dengannya, aku akan terus berada dalam hubungan yang isinya hanya kebohongan. Kebohongan bahwa perasaanku sudah tak ada lagi untuknya.
Bahkan untuk mencintai satu orang saja, aku harus berdebat dengan hatiku sendiri.
Faiz sering memergokiku saat sedang menangis di kamar. Namun, setiap kali dia bertanya, aku hanya menjawab tidak apa-apa.
Sampai pada suatu malam, aku merasa tidak kuat menahan rasa sakit lagi. Aku mengatakan semuanya pada Faiz. Mengatakan semua perasaan yang aku rasakan.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan Gio.
Perasaanku benar-benar kalut. Hingga saat Gio bertanya pun aku tak menghiraukannya. Aku takut mengatakan keputusan ini padanya. Di luar jendela, terlihat Faiz tersenyum padaku dan menunjuk dadanya, isyarat bahwa aku harus benar-benar yakin untuk mengikuti kata hatiku.
Aku memberanikan diri untuk mengatakan keputusan itu pada Gio.
Awalnya, ketika Gio mendengar aku memutuskan hubungan lagi. Seperti biasa, dia mencegahku melakukan hal itu. Dia memohon agar aku tidak pergi. Tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa lagi mempertahankan semuanya. Aku tak memberitahukan alasanku mengakhiri hubungan dengannya.
Tanpa kata lagi, Gio beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkanku.
💞
"Nay, Naya."
Terdengar suara Venus yang sedang memanggil namaku. Aku yang sedang berada di kamar mandi, menyuruh Faiz untuk membukakan pintu.
"Eh, si-siapa kamu? Dimana Inaya? Cepat katakan dimana Inaya." Venus memukuli Faiz, dan terus mencubitnya hingga Faiz meringis kesakitan.
"Hei, ada apa ini." Aku keluar untuk melihat kegaduhan yang terjadi di depan rumah.
"Nay, kamu gak kenapa-kenapa kan? Apa ada yang luka?" tanyanya memutariku.
"Apaan sih, Ven." Aku menyingkirkan tangannya yang sedari tadi memutar-mutar tubuhku.
"Nay, dia siapa?" tangannya menunjuk ke arah Faiz.
"Dia Faiz, kakak ku. Ayo kita pergi." Aku berjalan meninggalkan Venus yang terlihat terkejut mendengar ucapanku tadi. Dia berdiri mematung dan matanya menatap dengan tatapan tidak percaya.
"Ven, buruan!" teriakku.
Venus berjalan menghampiriku, terlihat wajahnya memucat. Aku rasa dia malu telah salah sangka pada Faiz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...