–Author POV–
Ponsel Venus berdenting sekali. Dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Ia memalingkan wajah seraya melirik ponselnya, lalu kembali menatap monitor laptopnya.
Ponsel kembali berdenting, membuyarkan konsentrasinya. Venus mengambilnya, dua pesan masuk dari nomor tanpa nama.
Selamat malam Venus. Ini Gio. Eh mungkin kamu belum kenal ya. Aku cuma mau minta bantua. Kalau besok pulang kuliah, aku tunggu di tempat parkir.
Gimana?
Sejenak Venus berpikir. Kenapa juga laki-laki itu meminta bantuannya. Bisa jadi ini ada kaitannya dengan Inaya.
Venus membalas pesan itu untuk mengiyakan.
Venus penasaran juga apa yang akan dilakukan Gio. Dia ingin memastikan Gio tidak akan macam-macam pada sahabatnya.
Venus kembali menatap monitor laptopnya. Jari-jari tangannya kembali menari di atas keyboard. Baru saja mulai melanjutkan aktivitasnya, kali ini ponselnya berdering.
"Siapa lagi yang ganggu, sih," kesalnya.
Panggilan masuk dari Inaya, dia langsung menjawabnya.
"Hallo, ada apa Nay. Kamu ganggu, tau gak. Aku lagi bikin tugas, tapi ada aja yang ganggu. Tadi Gio, sekarang kamu."
"Wey, slow dong, Ven. Eh bentar deh, kamu bilang apa? Gio ganggu? Emang dia ngapain?"
Venus sadar kalau dia salah bicara, seharusnya dia tidak memberitahu Inaya kalau Gio menghubunginya tadi.
"Eh, uhm ... gak, Nay. Ada apa sih nelepon, buruan ah," alihnya.
"Ish, ada apa sama Gio?"
"Gak ada apa-apa, Nay. Cepetan, kalau gak ada perlu aku matiin, ya."
"Eh, iya, tunggu. Besok antar aku ke toko buku dekat kampus, ya."
"Besok? Hm ... aku gak bisa, Nay."
"Kok gitu, sih. Biasanya kamu paling semangat diajak ke toko buku."
"Uhm ... besok aku ... oh, ya, besok aku ada tugas tambahan. Jadi, aku gak bisa."
"Hm ... gitu, ya. Ya udah."
💞
Venus sedang menunggu Gio di kantin. Yang benar saja, masa iya dia harus menunggu di tempat parkir. Jadi, Venus mengirim pesan kalau dia menunggu di kantin.
Gio menelepon Venus, menanyakan posisinya.
"Hai, Ven. Maaf, menunggu lama, ya," ujarnya.
"Gak apa-apa, kok. Oh, ya, ada apa?"
"Mau pesan makanan dulu?"
"Minum aja deh kayaknya. Lemon tea."
"Oke, tunggu sebentar."
Tak butuh waktu lama. Gio sudah kembali dengan satu lemon tea dan pepsi.
"Thanks. Jadi, ada apa?"
"Hm ... jadi, gini. Inaya udah punya ... uhm, apa, ya ...." Gio mengelilingkan pandangannya.
"Punya apa?" tanya Venus seraya mengerutkan keningnya.
"Inaya udah punya pacar?"
Venus tertawa mendengar pertanyaan yang terlontar.
"Oh itu. Dia belum punya pacar, tuh."
"Syukurlah." Gio mengembuskan napa lega.
"Syukurlah? Emang kenapa?" tanya Venus pura-pura tidak tahu.
"E-eh ... jadi, sebenarnya aku suka sama Inaya."
"Terus aku harus bantu apa?"
"Bantu biar aku bisa jadian sama dia," ujar Gio to the point.
"Uhm, gitu ya. Kamu udah siap nikah?"
"Huh? Itu, ya. A-aku ... coba pacaran dulu, deh. Kalau emang cocok, ya ... gitu."
"Kalau emang belum siap, kenapa ngajak pacaran?"
"Jadi, gimana? Intinya kamu mau bantu atau enggak?" tanyanya.
"Oke. Gini deh, ya. Aku bantu kamu. Tapi, kamu jangan macam-macam sama Inaya!" peringatnya.
💞
Gio menunggu kabar dari Venus.
Venus: Aku udah di rumah Inaya. Dia lagi siap-siap.
Gio langsung tancap gas menuju rumah Inaya.
Gio sudah sampai di rumah Inaya. Rasa gugup menyelimuti dirinya.
Saat Inaya membuka pintu, dia terkejut melihat seorang pria membawa beberapa ikat balon yang menutupi wajahnya, tangan kiri berada di balik badannya.
Wajah Inaya memerah, kubangan air di pelupuk matanya hampir membuncah. Seluruh tubuhnya terasa kaku, bahkan untuk bicara pun terasa sulit.
Gio berjalan mendekat, menghampiri Inaya.
Venus yang berada di belakang Inaya tersenyum pada Gio, seolah memberi isyarat untuk memulai.
"Uhm ... Nay, a-aku ...." Gio masih menundukan wajahnya dihadapan Inaya.
"Ya?" hanya kata itu yang keluar dari mulut Inaya.
Gio memberanikan diri untuk menatapnya.
"Nay, aku suka sama kamu. Menurut kamu, mungkin ini terlalu cepat. Tapi, Nay, setelah semua hal yang pernah kita lakukan bersama, meski hanya beberapa hari saja. Aku merasa nyaman. Nay, would you be my girlfriend?"
Gio menatap lekat kedua bola mata Inaya. Terlihat kubangan air di pelupuk matanya yang sebentar lagi akan mengalir.
Air matanya jatuh tepat di pipinya. Ia menoleh ke arah Venus, seolah bertanya apa yang harus dia katakan. Venus tersenyum, meletakkan tangan di dadanya.
"Ikuti kata hatimu," ucap Venus tanpa suara.
Inaya berbalik, menatap Gio sejenak.
"Yes, I would be your girlfriend."
Inaya menundukkan wajahnya. Terlihat binar bahagia pada raut wajah keduanya. Venus ikut tersenyum melihat sahabatnya.
"Syukurlah. Terima kasih Nay, terima kasih. Aku sangat senang. Terima kasih banyak."
💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...