"Selamat pagi, Nayaku." Suara lembut itu membangunkanku. Cahaya masuk dari jendela yang telah terbuka memaksaku untuk bangun.
Aku bangkit dari tempat tidurku. Melihat sosok wanita.
"Ngampus jam berapa, Nay?" Venus duduk di sampingku.
"Ah iya, jam berapa ini?" kulirik jam di dinding, menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Iya, Ven, hari ini aku ada kelas. Kamu sendiri gimana?"
"Hari ini aku free." Ia merentangkan tangannya, terlihat binar bahagia di wajahnya.
"Heh, enaknya. Aku siap-siap dulu. Kalau kamu mau sarapan bikin aja sendiri, ya," ujarku, langsung ke kamar mandi.
Terdengar sepi di kamar, mungkin Venus sedang di dapur. Aku menyiapkan segala keperluanku untuk hari ini. Setelah semua siap, aku keluar kamar.
Membuka pintu kamar, aku tersenyum melihat pemandangan di depanku.
"Wah, wah, baiknya sahabatku ini." Aku mengambil teh hangat yang disiapkan Venus.
"Gak baik gimana coba. Aku kayak mama kamu tau, Nay. Ngurusin kamu sejak kita pertama ketemu." Ia mengambil roti yang telah diolesi selai, memberikannya padaku.
"Thanks. Eh, aku nyusahin, ya. Maaf, Ven." Aku menundukkan wajahku.
"Hei, kamu bilang apa, sih. Enggak, Nay. Kamu gak nyusahin."
Venus memelukku. Hangat, tenang. Itu yang selalu kurasakan. Dia selalu bisa membuatku tenang.
"Ven, aku menyayangimu. Terima kasih kamu udah temenin aku. Aku beruntung ketemu kamu. Tetap jadi sahabatku, ya."
"Wah, kata-katamu, Nay. Kayak pujangga." Venus tertawa kecil.
"Dasar, padahal aku lagi serius tuh tadi. Kamu sih, jadi gak dapat feel-nya."
Sebelum berangkat ke kampus, aku mengantar Venus pulang ke rumahnya.
"Woi, sampaikan salamku sama kak Mer ya!" teriakku saat dia berjalan menuju rumahnya.
"Gak mau." Ia menoleh ke arahku menjulurkan lidahnya.
Dasar, dia memang tidak pernah mau aku dekat dengan kakaknya.
Aku berlalu meninggalkan rumah Venus. Saat di tengah jalan tiba-tiba ada hal yang mengganggu pikiranku. Tentang cerita Venus semalam.
💞
Kelas di mulai sekitar lima belas menit lagi. Aku memutuskan untuk mampir ke kantin membeli sebotol minuman.
Saat akan membayar minuman, aku melihat lelaki itu. Dia sedang duduk di salah satu kursi yang ada di sudut kantin. Entah apa yang aku pikirkan sampai aku berani menghampirinya.
"Ekhm ...." dia menoleh ke arahku. "Hai, lama gak ketemu. Mungkin." Aku duduk di sampingnya.
"Eh, hai. Iya, kayaknya. Ada apa?" tanyanya, kembali memalingkan wajahnya.
"Gak ada apa-apa, sih. Cuma mau ngomongin sesuatu." Ia menoleh kembali ke arahku, mengerutkan dahinya.
Kulirik arloji di tanganku.
"Ah, aku telat. Nanti aja, ya. Aku ada kelas. Kalau bisa tunggu aku di taman belakang. Jam empat." Aku berlari meninggalkannya.
Berlari dari kantin menuju fakultas terasa susah, terlebih aku mengenakan rok. Saking asyiknya berlari, tanpa melihat sekitar. Tubuhku menabrak seseorang. Untung saja aku tidak terpental.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...