Saat hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba seseorang memanggilku. Kulihat wajah seorang pria yang tidak terlalu asing.
"Hai, Nay," sapanya seraya melambaikan tangan.
Aku mengernyitkan dahiku.
Dia lagi. Batinku.
"Oh, hai. Gio, kan?" balasku ragu.
"Ah, iya. Senang kamu ingat namaku." Ia tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya.
"Hehe, iya. Sedang apa disini?"
"Menonton pertunjukanmu." Ia menaikkan alis disertai senyuman indahnya.
"Pertunjukanku? Kenapa kamu tau? Aku gak pernah ngasih tahu siapa pun, selain Venus. Ah apa jangan-jangan Venus yang ngasih tahu kamu, ya?" aku menunjukkan jariku kearah wajahnya.
"Eh, eh, nggak. Bukan Venus yang ngasih tahu aku."
"Lalu?" aku memiringkan kepalaku.
"Gak ada yang ngasih tahu. Sebenarnya tadi aku lagi jalan-jalan aja. Gak sengaja aku dengar suara merdu, aku penasaran, terus aku lihat deh. Waktu aku lihat ke arah panggung, aku lihat itu kamu. Jadi, aku memutuskan untuk nonton." Ia menatap mataku untuk meyakinkan.
Tatapan matanya ... aku harus kuat.
"Oh, gitu, ya. Terima kasih atas pujianmu." aku merasa tersipu juga dipuji oleh seorang pria.
"Kemarin malam aku kirim pesan, tapi kamu gak balas."
Pesan? Pesan apa? Apa mungkin pesan itu? Tapi saat itu aku belum sempat ngasih nomorku. Kalau benar itu pesan darinya, bodoh sekali aku tak membalasnya. Aku membatin.
"Inaya," sapaannya membangunkan lamunanku.
"Ah iya. Oh, itu kamu. Maaf, semalam aku capek, jadi aku gak main ponsel sama sekali."
Lah kenapa aku berbohong. Batinku seolah kembali berbicara.
"Oh, pantasan," jawabnya singkat.
"Sekali lagi, aku minta maaf. Ah, ya, aku harus pulang. Venus sakit, aku akan menjenguknya. See you."
Aku masuk ke dalam mobil, membuka kaca mobil setengahnya seraya melambaikan tangan pada Gio.
"Hati-hati, Nay. See you too." Ia tersenyum dan membalas lambaian tanganku.
💞
Aku mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati, dicat dengan warna cokelat tua. Memberi kesan klasik, serasi dengan warna cat rumah yang berwarna abu-abu.
Tak lama kemudian, seseorang membuka pintu. Seorang pria dengan tubuh tinggi, berwajah tampan, kulitnya seputih susu. Siapa lagi kalau bukan kak Mer.
Merkurius Anandha Putra.
Entah apa yang menjadi alasan orang tua mereka memberi nama planet pada anak-anaknya. Aku selalu terpesona pada kak Mer, kalau Venus tak melarangku untuk mendekati kakaknya, sudah sejak dulu aku menjadikannya gebetan.
"Inaya ... kenapa melamun. Ayo masuk, kamu mau ketemu Venus 'kan? Dia ada di kamarnya, mungkin lagi istirahat. Kamu masuk aja." Suara lembutnya menghentakkan pikiranku.
"Oh iya, Kak. Naya langsung ke kamar Venus aja ya. Makasih, Kak Mer."
Aku masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamar Venus. Terlihat disana Venus sedang terbaring lemas di tempat tidur. Aku menghampirinya.
Aku meletakkan buah-buahan yang kubeli di mini market tadi. Ketika hendak berjalan ke arah pintu, tiba-tiba ada tangan yang mencekalku.
"Mau kemana? Di sini aja." Suaranya rendah, terdengar sangat lirih.
Aku menoleh ke arahnya. Venus tersenyum padaku. Wajahnya terlihat sangat pucat.
"Tadinya sih mau pulang. Cuma ya kamu megang tanganku, macam di sinetron aja." Aku duduk di samping tempat tidurnya.
"Kenapa buru-buru, sih. Di sini sebentar aja, aku kesepian nih. Seharian di tempat tidur, bosan, Nay." Raut wajahnya tidak menyenangkan.
"Oke, oke, aku temenin deh. Oh, ya, aku beli buah-buahan tadi." Aku membawa buah-buahan di atas meja, kuserahkan pada Venus.
"Dalam rangka apa ini? Tumben kamu beli sesuatu." Ia menyeringai, mengerutkan dahinya seolah tak percaya.
"Ish ... memangnya aku sejahat itu, datang menjenguk tapi gak bawa apa-apa. Lagi pula itu uang yang aku dapat dari pembukaan kafe tadi."
"Wow, wow, wow ... udah dapat gaji ternyata." Ia bangkit dari tempat tidurnya.
"Hei, diam aja kali. Ini buat hari ini aja. Dasar payah." Aku menggeplak pahanya.
"Aw, kamu ini. Aku tahu sakit tahu." Ia mengaduh kesakitan.
"Salahmu sendiri." Aku menjulurkan lidah seraya menertawainya.
"Ah iya Nay, mana video pertunjukanmu tadi?"
"Lah, iya. Aku lupa Ven. Maaf, ya."
Aku benar-benar lupa tidak meminta tolong pada seseorang untuk merekam penampilanku.
"Yah, kamu Nay." Raut wajahnya terlihat murung.
"Aku bosan Nay seharian tidur di sini. Tadinya aku mau menghibur diri dengan melihat video pertunjukan pertamamu."
"Maaf, ya, Ven. Tapi tenang aja, aku hibur nih, secara live."
"Wah, asyik ... Thanks, Nayaku." Ia memelukku, kemudian duduk menyilangkan kakinya, seolah ingin menyaksikanku dengan khusuk.
"Tunggu sebentar, aku menaruh gitarku di dalam mobil. Aku akan membawanya dulu."
"Aku minta toloh sama bibi buat bawa gitar kamu, ya, Nay."
"Eh, gak usah. Aku gak mau merepotkan siapa pun. Biar aku aja yang ngambil, tunggu sebentar ya."
Aku keluar dari kamar Venus, berjalan menuju mobil yang ku parkirkan di halaman rumahnya. Kubawa gitar yang ada di kursi depan. Membawanya ke kamar Venus.
"Lama banget, sih, Nay."
"Lama dari mananya, gak bisa sabar sih."
"Ayo Nay, cepetan."
"Iya, Venus. Cerewet banget, sih."
Aku memainkan gitarku untuk menghiburnya, menyanyikan sebuah lagu untuk menghilangkan rasa bosan yang Venus rasakan sejak tadi.
If you're lonely
And need a friend
And troubles seem like
They never end
Just remember
To keep the faith
And love will be there
To light the wayAnytime you need a friend
I will be here
You'll never be alone again
So don't you fear
Even if you're miles away
I'm by your side
So don't you ever be lonely
Love will make it alright
When the shadows are closing in
And your spirit diminishing
Just remember
You're not alone
And love will be there
To guide you homeIf you just believe in me
I will love you endlessly
Take my hand
Take me into your heart
I'll be there forever baby
I won't let go
I'll never let goVenus bertepuk tangan, tersenyum lebar.
"Terima kasih banyak Nay. Thanks for being my beloved friend." Venus kembali memelukku.
"Hem ... sama-sama, Sayangku. Ven, lekas sembuh ya. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa. Kamu istirahat ya, aku pulang dulu Ven."
💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spirituální[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...