Satu tahun kemudian
–Inaya POV–
Gio selalu punya cara tersendiri untuk membuatku tersenyum. Dia sering kali memberiku surprise.
"Woi!"
Aku terperanjat, lamunanku buyar seketika. Jantungku rasanya mau copot.
"Gitu amat sih reaksinya." Venus tertawa puas.
"Gila kamu, Ven. Hampir aja jantungku copot." Aku memegang dadaku, jantungku berdebar kencang.
"Maaf deh, maaf." Venus duduk di sampingku. "Kenapa melamun?" tanyanya.
Aku menghela napas, meredakan detak jantungku.
"Gak kenapa-kenapa, Ven."
"Beneran?" ia menatapku lekat, penuh tanya.
"Gak sepenuhnya benar sih."
"Terus?"
"Udah , ah. Ke kantin, yuk. Lapar tau, aku traktir, deh."
Saat perjalanan menuju kantin, Gio memanggilku. Aku menghampirinya, meninggalkan Venus di bangku kantin.
Saat hendak kembali ke meja, kulihat ada seorang lelaki yang menghampiri Venus.
Laki-laki itu terlihat tidak asing bagiku.
Untuk apa dia menemui Venus.
Aku memperlambat langkahku. Tak lama, orang itu pergi.
"Siapa, Ven?" tanyaku, seraya duduk di kursi yang ada di hadapannya.
"Oh, itu A—"
Belum sempat Venus menyelesaikan ucapannya, seseorang memanggilnya.
"Nay maaf, aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus diselesaikan. Kamu gak usah nunggu ya, nanti aku pulang naik taxi aja." Ia berlari mengikuti langkah Darin yang tadi memanggilnya.
Hari mulai sore, aku memutuskan untuk segera pulang, ketika tiba-tiba ada tangan yang mencekalku. Sontak aku langsung menoleh ke arahnya.
"Mau kemana?" tanyanya.
"Kamu. Kirain siapa. Aku mau pulang," ujarku.
"Aku kira kamu mau ke hatiku." Gio terkekeh saat melihat wajahku yang memerah.
"Muka kamu berubah warna ya kalau aku rayu."
Aku merengut mendengarnya.
"Iya, iya, maaf. Jangan merajuk. Bukannya tadi kamu bilang mau pulang ya. Ya udah, yuk aku antar," ucapnya.
"Gio, aku bawa mobil sendiri." Aku terkekeh saat melihat wajahnya yang kebingungan.
"Ah iya, aku lupa. Kamu selalu membawa mobil sendiri, lain kali biar aku aja yang bawa."
"Emangnya kamu supir aku. Gak usah repot-repot, lah."
"Ya udah, kamu hati-hati, ya."
"Siap Pak Bos."
Seraya memberi hormat pada Gio. Dia pun tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...