Terkenang

1.7K 106 0
                                    

Beberapa hari menjelang ujian nasional.

Tak terasa tiga tahun akan berlalu begitu saja. Tiga tahun dijalani hanya untuk tiga hari saja.

Saat ini semua siswa-siswi di sekolah sedang disibukkan dengan kegiatan pengayaan yang bahkan sudah dilakukan lebih dari satu kali.

Banyak siswa yang mengeluh ketika menghadapi masa-masa ini. Tak terkecuali aku. Aku pun merasa lelah dengan masa ini, rasanya otakku dipaksa untuk bekerja lebih keras.

Di saat yang lainnya sibuk mempersiapkan untuk semua itu. Aku melakukan hal yang sama. Namun, ada sesuatu yang mengganjal pikiranku.

Beberapa minggu yang lalu ada seorang lelaki yang mengirimiku sebuah pesan singkat, hanya untuk meminta nomor salah satu teman sekelasku.

Awalnya aku hanya memberikan nomor itu padanya. Namun, hari-hari berikutnya, hampir setiap malam dia mengirim pesan lagi padaku, kali ini bukan untuk menanyakan nomor temanku lagi. Bahkan aku dan dia sering bergurau saat bertukar pesan.

Pas chatting bisa ngomong panjang lebar. Bisa bercanda, sampai bikin senyum-senyum sendiri. Giliran ketemu malah saling diam, gak ada yang berani mulai duluan.

Entah kenapa, setelah terus menerus chatting dengannya. Ada sesuatu yang aneh dengan perasaanku.

Jantungku selalu berdetak lebih cepat, tidak seperti biasanya. Itu karena aku melihatnya.

Hanya melihatnya.

Memang, aku dan dia tidak terlalu dekat, awalnya. Tapi entah apa yang membawanya datang padaku, mengirim pesan dan meminta nomor teman sekelasku. Bahkan aku tidak tahu dia mengetahui nomor ponselku dari siapa.

Alif Hafizh Sharkan. Anak kelas dua belas IPS satu. Dia yang awalnya tidak pernah terpikir akan bisa dekat denganku. Karena selama tiga tahun aku di sekolah ini, baru kali ini aku mengenalnya. Pada saat-saat terakhir masa SMA. Dan di masa ini aku harus menahan perasaanku.

Bodo, aku terus bersikap seolah dia menyukaiku juga. Aku tidak terlalu pintar untuk menyembunyikan perasaan.

💞

Hari pertama ujian nasional dilaksanakan. Aku beserta yang lainnya memasuki ruang ujian masing-masing. Berperang melawan soal-soal yang cukup menguras pikiran.

Sempat aku kehilangan konsentrasi, saat tiba-tiba terlintas namanya di pikiranku. Namun, aku mencoba mengusirnya.

Waktu tiga hari memang terasa singkat. Sehingga tak terasa ujian nasional sudah terlewati begitu saja. Kali ini hanya tinggal menunggu hasil.

"Inaya," sapa seorang perempuan yang menghampiriku.

"Iya, Dila. Ada apa?" tanyaku

Dila adalah salah satu temanku, hanya saja berbeda kelas. Dia satu kelas dengan Alif.

"Ada orang yang mau ketemu kamu," katanya. Ia menaikkan alisnya.

"Siapa?" segaris kerutan di dahi menandakan keherananku

"Ayo, ikut aku." Dila menarik tanganku, menuntun menyusuri koridor kelas. Sampai di pinggir lapangan sekolah.

"Itu dia," tunjuknya pada seseorang yang tengah duduk di bangku yang ada di samping lapangan itu.

Alif, gumamku.

Dia beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menghampiriku.

"Tuh dia dateng, Nay. Aku duluan, ya." Dila pergi meninggalkanku.

Orang itu terus berjalan mendekat. Hingga hanya beberapa langkah saja di hadapanku. Aku terus menundukkan kepalaku. Sampai dia memanggil namaku.

"Inaya."

Back On True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang