Biasa Saja

1.8K 114 0
                                    

Malam ini terasa indah. Sang ratu malam seolah menjatuhkan senyumannya kepadaku, saat aku melihat dirinya di celah jendela kamarku.

Aku mengamati setiap sudut kamar tidurku. Tak lama lagi aku akan meninggalkan tempat ini.

Tidak terasa masa kuliahku sebentar lagi akan berakhir. Mungkin setelah ini aku tidak akan tinggal di sini lagi.

Lelah rasanya setelah seharian tadi berlari-lari mengejar waktu. Bahkan sampai terjatuh karena Gio.

Aku mengeluarkan laptop dari dalam tasku, menyimpannya di atas tempat tidur. Mulai malam ini aku harus menyusun skripsiku.

Sebuah pesan masuk membuyarkan konsentrasiku.

Nay, ini Alif.

Dia ya. Aku menambahkan nomornya ke dalam kontak.

IA.Athifa: Iya, kenapa?

Alif: Aku cuma mau mastiin, kamu beneran mau bantu aku?

IA.Athifa: Beneran.

Alif: Terus aku harus gimana, Nay?

IA.Athifa: Nanti deh ya bahasnya. Aku lagi ngerjain skripsi.

Alif: Oke. Terima kasih, Nay.

Aku kembali melanjutkan aktifitasku. Jariku kembali menari di atas keyboard. Cahaya yang terpancar dari layar monitor membuatku mengantuk, hingga menguap dan membuat mataku berair.

Aku menyeduh kopi untuk menghilangkan rasa kantuk.

Sebelum kembali melanjutkan. Aku memutuskan untuk menghubungi Venus.

"Hallo, Ven."

"....."

"Besok pulang kuliah main, yuk."

"....."

"Gak ada apa-apa, sih."

"....."

"Udah, jangan banyak tanya. Kita ke tempat makan biasa."

"....."

"Iya, aku yang traktir. Dasar, Nona gratisan."

Kulihat sudah pukul sepuluh malam. Aku memutuskan untuk melanjutkan tugasku esok hari saja, karena rasa kantuk pun sepertinya sudah memelukku dengan erat hingga sulit untuk melepaskannya.

Rasa kantuk tidak selalu bisa diatasi dengan secangkir kopi.

💞

Aku memarkirkan mobil tepat di depan rumah Venus.

Aku duduk di kursi yang ada di depan rumahnya, kak Mer menemaniku menunggu Venus. Tadinya dia mempersilakanku untuk masuk, tapi aku menolak.

Kak Mer terus bercerita tentang kekasihnya yang sebentar lagi akan dihalalkan. Dia sangat antusias saat menceritakan tentang Fifi, kekasihnya. Seperti inikah orang yang sebentar lagi akan menikah.

Sesekali aku tertawa mendengar ceritanya.

Orang yang ditunggu akhirnya keluar juga.

Pergi ke kafe favorit yang selalu menjadi tempat tongkronganku dan Venus. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Venus.

Sudah berkali-kali Venus mengeluh kepanasan padaku. Aku tidak menghiraukan keluhannya. Ia mengipas-ngipas tangannya, tapi masih saja mengeluh.

Beruntung jalanan tidak terlalu ramai. Sehingga kami bisa sampai lebih cepat dan tidak perlu merasa kepanasan lagi di dalam mobil.

Venus sedang memesan tempat.

Sambil menunggu pesanan. Aku membuka topik pembicaraan.

"Di sini tuh udah adem tau, ngapain masih kipas-kipas aja," ujarku.

"Suka-suka dong, Nay." Ia menjulurkan lidahnya.

"Okay, whatever you say. Eh, Ven, kamu sama Alif gimana?"

"Gimana apanya, Nay?" Ia menatapku dengan raut wajah bingung.

"Ya, apa kamu udah mau nerima dia?"

"Hmm ...." terlihat dia memutarkan pandangannya, seolah menerawang jauh. "Gak tau, Nay. Aku masih belum yakin."

"Emang kamu gak ngerasa jatuh cinta sama dia? Sedikit pun, gitu?" aku menatap lekat ke dalam bola matanya.

"Pernah, sih."

"Terus?"

"Terus ... ya, enggak lagi."

"Maksudnya?" aku mencoba mencerna kalimat yang ia lontarkan.

"Iya, Nay. Jadi, aku pernah ngerasa jatuh cinta sama dia, tapi tiba-tiba gak lagi. Gimana ya, perasaan itu munculnya kadang-kadang, Nay. Aku jadi bingung, apa itu benar cinta atau bukan."

"Terus kalau sama Fahmi, apa kamu masih kontakan sama dia?"

"Iya, kadang Fahmi masih sering chat."

"Gimana perasaan kamu ke dia?" tanyaku hati-hati.

Venus terluhat berpikir. "Ke siapa, Nay?"

"Fahmi lah," ujarku.

"Gak tau juga, Nay. Itu sebabnya aku belum berani nerima Alif."

"Emang kalau perasaan kamu ke Alif, gimana?"

"Biasa aja," jawabnya ringan.

"Kenapa gak dicoba dulu, Ven?"

"Maksudnya, Nay?"

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Venus, seorang waiter menghampiri dan memberikan pesanan kami.

Mengakhiri pembahasan, aku dan Venus menyantap hidangan yang disuguhkan.

"Nay, jadi gimana? Apa maksudnya?" Venus kembali bertanya setelah aku selesai makanan.

"Iya, jadi gini lho. Kenapa kamu gak coba buka hati buat Alif. Siapa tahu nanti kamu bisa beneran jatuh cinta sama dia."

"Tapi sampai sekarang Alif belum chat aku lagi, Nay. Aku gak tahu dia masih suka sama aku atau enggak." Venus memyeruput milkshake coklat kesukaannya.

"Kayaknya masih, deh," ujarku.

"Kok gitu, Nay?"

"Kalau enggak, ngapain dia nunggu kamu sampai selama ini."

"Iya juga sih, Nay. Nanti aku pikirkan lagi, deh."

Aku hanya tersenyum dan menggangguk, tanpa membahas hal itu lagi.

💞

Back On True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang