Hembusan angin membelai lembut wajahku. Terasa dinginnya malam meski aku berada di dalam mobil. Kulirik arloji di tanganku, menunjukan pukul sepuluh. Hampir larut malam ternyata.
Aku menambah kecepatan. Hatiku sedikit berdebar melewati jalanan sepi di malam hari. Meskipun terbiasa menyetir dan berpergian sendiri, aku berhak merasa takut. Seorang perempuan sendirian di jalanan sepi seperti ini. Wajar ada perasaan khawatir akan hal-hal yang tidak di inginkan.
"Rasanya lama sekali sampai rumah. Seharusnya tadi aku tidak terlalu lama di rumah Venus," gerutuku.
Aku menarik napas dalam-dalam menahan kekesalan pada diriku sendiri.
Venus Anandhi Putri.
Aku dan Venus memang sudah cukup lama bersahabat. Semua berawal dari pertemuan pertamaku dengannya di tempat kami kuliah. Venus lah yang menemaniku selama ini. Aku memang tinggal sendiri di kota ini.
Aku mengambil beasiswa di salah satu universitas yang cukup terkenal di ibu kota. Ya, di Jakarta. Dan, disini lah aku bertemu dengan Venus. Aku tinggal di sebuah rumah sederhana yang dibelikan oleh abahku.
Sebenarnya ada alasan lain yang membuatku begitu keukeuh pada pendirianku untuk tetap kuliah di Jakarta.
Mengingat itu, peristiwa-peristiwa di masa lalu seolah terputar kembali. Bagai tayangan film dokumenter yang menyesakkan.
Aku menggeleng. Menepis semua ingatan yang datang tanpa diminta.
Tak lama terlihat di depan sana rumah dengan dominasi warna biru. Kutancapkan gas, semakin mempercepat laju mobil yang kukendarai. Rasanya ingin cepat-cepat sampai di rumah.
Baru saja aku tiba, ponselku berdenting seolah menyambut kedatanganku.
Mabest Venus: Inaya. Coba cek barang-barangmu, apa ada yang tertinggal?
Aku membuka tas, mengecek seluruh barang bawaanku.
IA.Athifa: Tidak ada, memangnya kenapa?
Mabest Venus: Nay, kamu sangat terburu-buru pulang tadi. Laptopmu tertinggal di kamarku.
Kulihat, kucari, memang tas laptopku tidak ada.
IA.Athifa: Hehe, benar ternyata. Simpan aja dulu, besok aku
bawa.Mabest Venus: Uh dasar pelupa. Ya sudah, besok aku akan menunggumu. Jangan sampai terlambat!
Balasan Venus membuat keningku mengerut. Galak sekali dia.
IA.Athifa: Iya Venusku tersayang, aku tidak akan terlambat. Aku bersumpah demi dia yang mencintaimu.
Mabest Venus: Apa sih kamu, Nay. Udah ah, cepat tidur besok kita harus ke kampus pagi sekali. Aku kan udah bilang, jangan sampai terlambat.
Aku hanya membaca balasan dari Venus tanpa membalasnya. Kalau saja aku membalasnya, akan terjadi perdebatan yang memicu perang udara yang membuat jari keriting.
💞
Ponselku berdering hampir tiada hentinya. Membangunkan tidur nyenyakku. Dengan mata yang masih tertutup aku menjawabnya.
"Naya, lagi apa kamu?! Lihat jam berapa sekarang. Aku capek nunggu. Cepetan! Kamu memang selalu seperti ini. Aku sangat membencimu." Suara dengan nada tinggi di seberang sana sontak membuatku terbangun.
Terperanjat dari tempat tidurku. Kulihat penanda waktu yang menempel di dinding. Pukul sembilan kurang.
"Nay? Hallo.. Inaya? Woy cepetan! Parah, gila kamu." Ia terus menaikkan suaranya.
"Iya Mak, ini aku lagi siap-siap. Sebentar lagi ke situ. Tunggu."
Secepat kilat aku bersiap, mandi lima menit tak masalah bagiku kalau sudah telat begini.
Belum sempat aku memakai kerudungku, tiba-tiba benda kotak ajaib berdering lagi. Tertera nama Venus disana.
Ah Venus, dia pasti marah besar. Batinku, membayangkan yang akan terjadi saat aku menemuinya nanti.
"Venus, tunggu sebentar. Aku segera ke sana. Ini lagi pakai kerudung, jangan telepon terus." Ujarku.
"Memangnya aku tidak kesal menunggu lama. Ini udah terlambat. Acaranya sebentar lagi dimulai."
Aku tak menjawabnya, langsung mematikan sambungan sepihak. Aku segera bergegas menuju rumah Venus.
Setibanya disana, kulihat Venus tengah duduk dengan raut wajah yang sangat kesal. Aku menghampirinya dengan perasaan bersalah.
"Maaf, Mak. Aku salah. Aku terlambat, aku sangat menyesal. Tolong maafkan aku." Aku merendahkan suaraku selembut mungkin.
"Kamu ini! Hah ... Ya sudahlah, kita berangkat saja sekarang, ini sudah terlambat sekali. Mereka mungkin akan berkata kita adalah panitia yang tidak bertanggung jawab," ucapnya tanpa menoleh ke arahku, dia terus berjalan menuju mobilku.
"Hei, tunggu dulu. Kamu belum memafkanku." Aku mengejarnya.
"Udah terlalu sering aku maafin kamu, Nay."
"Memangnya aku ini siapa, sampai kamu tidak mau memaafkanku lagi?" Aku menatapnya dengan wajah cemberut.
"Aku udah maafin kamu, jauh sebelum kamu meminta maaf. Bagaimana mungkin aku tidak memaafkanmu. Kamu lah satu-satunya orang yang paling menyebalkan, tapi aku menyayangimu. Udah, puas, Inaya." Ia mendekatkan pandangannya ke wajahku. Tatapannya begitu lekat.
"Yeah ... Terima kasih cintaku. Ayo kita berangkat sekarang juga."
Hari ini di kampus memang sedang ada acara. Hari jadi kampus tepatnya. Aku dan Venus yang tergabung dalam sebuah organisasi tentu turut menjadi panitia dalam acara tersebut.
💞
Berhubung cerita ini yang pertama kali aku publish di wattpad. Aku merasa kurang puas. Maksudku, kurasa tulisan ini kurang rapi. Aku ingin merapikannya, tentunya untuk kalian juga, pembaca yang sudah meluangkan waktunya.
Jadi, aku memutuskan untuk merevisi cerita ini.
Tidak hanya itu. Aku juga mengganti judulnya.
Untuk kalian yang sudah memasukan cerita ini ke list bacaan. Kalian bisa menghapusnya dan menambahkannya kembali.
Terima kasih ^^
Salam,
Radivya
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Espiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...