Pagi ini Faiz menyiapkan sarapan untukku. Seharusnya aku saja yang menyiapkannya, karena hari ini aku sedang tidak ada kelas. Tapi Faiz memintaku untuk beristirahat saja.
Sambil menunggu Alif datang, aku memanfaatkan waktu untuk meneruskan skripsiku yang sudah setengah matang.
Aku merasa beruntung Faiz menjadi kakakku. Tidak bisa kubayangkan bagaimana kalau Faiz sudah mempunyai kekasih, bahkan istri dan keluarganya sendiri. Itu lah sebabnya, sampai saat ini Faiz belum mempunyai pasangan. Dia bilang, dia ingin menjagaku dulu sampai ada seseorang yang nantinya akan menggantikan posisinya. Aku sempat menitikan air mataku saat Faiz berkata seperti itu. Demi apa pun, tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan Faiz, dia kakak tersempurna yang pernah ada.
Saat aku sedang fokus mengerjakan skripsiku. Faiz memanggilku, dan berkata kalau Alif sudah ada. Aku menyimpan file, dan mematikan laptopku.
"Duduk, aku ambilkan minuman dulu," ujarku setelah menemuinya.
"Terima kasih, Nay." Ia mengangguk.
Aku kembali masuk ke dalam untuk mengambilkannya minuman dan beberapa camilan. Faiz pergi ke kamar mandi untuk mencuci pakaian, seperti biasa, dia mewanti-wanti Alif agar tidak macam-macam padaku.
"Nay, harusnya gak usah repot-repot kayak gini."
Alif memulai pembicaraannya. Dia menceritakannya semua rencananya untuk hari esok. Aku menambahkan beberapa rencana untuknya. Sesekali kami tertawa saat memikirkan rencana-rencana yang aneh yang tidak terduga. Hal ini membuatku merasa senang, tapi aku harus mengendalikan perasaanku. Jangan sampai Alif tau kalau aku jatuh hati lagi padanya. Kalau dia tau, mungkin tidak akan bisa sedekat ini lagi.
Cukup lama kami berbincang, hingga Alif pamit untuk pulang. Dan ia juga akan mempersiapkan untuk besok.
💞
Pagi ini Faiz memberikan surprise padaku. Ia membawakan sebuah kue ulang tahun. Faiz menyanyikan sebuah lagu ulang tahunku untukku. Dia terus menyanyikan lagu itu hingga aku mematikan semua api di lilinya. Hari ini memang hari dimana usiaku bertambah satu tahun. Aku senang bisa merayakannya berdua dengan Faiz, meski tidak dengan Mama dan Abah.
Faiz memberikan sebuah hadiah. Mataku seolah tak bisa menahan kebahagiaan, hingga air mata haru jatuh begitu saja. Sebuah gamis indah berwarna hitam. Faiz memang sangat tahu apa warna yang aku sukai. Aku memeluknya dan berterima kasih.
Aku tidak bisa terlalu lama menikmati kebahagiaan ini. Hari ini ada hal yang harus aku lakukan untuk seseorang. Alif sudah menungguku di depan rumah.
"Nay, jam berapa jadinya?" tanyanya ketika aku menemuinya.
"Gimana kalau nanti malam aja? Sekitar jam 7 malam. Di cafe tempat aku biasa mengobrol sama dia," usulku.
"Oh iya, Nay. Nih, buat kamu." Dia menyerahkan sebuah tas jinjing berwarna cokelat. "Selamat ulang tahun, Nay."
Setelah menerimanya, Alif langsung pergi tanpa sepatah kata apa pun lagi.
💞
Pukul enam sore. Aku mengambil ponselku dan meminta Venus untuk bersiap-siap. Aku memintanya menemaniku untuk merayakan ulang tahun di cafe biasa.
Saat menunggu Venus keluar dari rumahnya. Aku mengirim pesan pada Alif bahwa aku dan Venus akan berangkat sekarang.
Sesampainya disana, seperti biasa, Venus mencari tempat duduk terlebih dahulu.
"Nay ... selamat ulang tahun, sayangku." Venus menggenggam tanganku, dan memberikan hadiahnya.
"Terima kasih banyak, Ven."
Tak lama Alif terlihat di pintu masuk, aku melambaikan tangan ke arahnya. Venus ikut menengok ke belakang.
"Alif? Kenapa dia ada disini Nay?" tanyanya setengah berbisik.
"Dia mau ketemu kamu. Gak ada salahnya 'kan." Aku beranjak dari tempat duduk, mempersilakan Alif.
Berjalan dan mencari kursi yang kosong. Kulihat Alif sudah memulai pembicaraannya. Aku merasa tak ingin melihatnya, dan memutuskan untuk bermain game yang ada di ponsel untuk meredam perasaanku.
Saat sedang asyik memainkan ponselku, tiba-tiba seseorang menghampiriku.
"Ada apa Ven?"
"Nay, Alif. Alif ... bilang cinta lagi."
"Bagus dong," jawabku singkat.
"Aku harus gimana, Nay?" tanyanya lagi.
"Terima aaja. Dia orang yang baik Ven, dia tulus 'kan."
"Tapi, Nay. Aku takut gak bisa cinta sama dia."
Aku menaruh ponselku, menggenggam tangan Venus dan menatap lekat ke dalam bola matanya.
"Cinta mungkin saja akan datang nanti. Lihat dia, dia sangat mencintaimu. Bahkan dia rela nunggu kamu selama ini." Kutatap ia sekali lagi. "Ven, hari ini aku ulang tahun. Anggap ini sebagai permintaanku." Aku menggerakkan bola mataku, mencegah air mata keluar dari sudutnya.
Venus tidak menjawab. Dia beranjak dari tempat duduknya dan kembali menghampiri Alif. Saat itu aku memutuskan untuk pulang ke rumah.
💞
"Argh ... Faiz." aku membenamkan wajahku pada dada bidangnya.
Aku menangis sejadi-jadinya. Faiz memelukku, dan menepuk-nepuk pundakku. Air mataku seolah tak bisa dihentikan. Semuanya seperti tumpah begitu saja.
"Faiz ... ini sakit, sakit banget," tuturku.
"Udah, Nay, udah." Faiz terus menerus menepuk pundakku, seraya meredakan tangisanku. Namun, aku rasa itu tidak ada gunanya. Air mataku tetap saja mengalir.
"Aku mencintainya Faiz, aku mencintainya lagi. Ini sakit." Semakin erat aku memeluk Faiz, seolah ingin mengeluarkan pisau yang menancap di dalam hati. Faiz hanya diam dan mengusap kepalaku lembut.
"Munafikkah aku? Munafikkah aku membantunya meski aku tahu aku pun mencintainya." Aku mengangkat kepalaku dan menatap Faiz.
"Nay, aku udah pernah bilang. Tapi kamu tetap aja mau membantunya." Faiz mengingatkan.
Aku terlalu naif menyikapi perasaanku. Hingga akhirnya luka itu menyapa hati.
💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Back On True Love
Spiritual[FINISH] --- Ketika hati jatuh untuk yang kesekian kalinya pada pemilik hati yang sama. Haruskah rasa ini ku teruskan? Seandainya saja bisa, aku akan melakukannya. Mempertahankan rasa untuknya. Namun, ada luka yang pernah kulukiskan di hatinya. Dan...