Siapa Dia?

2.5K 173 0
                                    

Sesampainya di kampus, kulihat sudah banyak orang yang hadir.

Aku memarkirkan mobilku. Venus turun lebih dulu, dia langsung menemui si ketuplak. Mungkin dia akan meminta maaf atas keterlambatan yang kusebabkan.

Aku berjalan menghampirinya. Benar saja dugaanku.

Venus berani sekali meminta maaf pada ratunya singa, padahal banyak orang yang tidak menyukainya. Dia perempuan yang sombong.

Marsha adalah ketua pelaksana acara ini. Dia memang memiliki rupa yang cantik. Namun, sikap pemilihnya membuat orang lain enggan mendekat.

"Venus, ayo kita pergi." Aku menarik tangannya agar menjauh dari Marsha.

"Naya, apa-apaan sih. Tunggu sebentar. Kita datang terlambat, wajar aja kalau aku minta maaf." Ia melepaskan pegangan tanganku.

"Terserah kamu aja." Aku pergi meninggalkan Venus. Berjalan menuju taman di belakang kampus.

Taman ini menjadi tempat persembunyian favoritku. Sebenarnya taman ini tidak bisa disebut sebagai tempat sembunyi, karena ada orang lain selain aku. Namun, setidaknya aku bisa merasa tenang karena keteduhan yang diberikan oleh pohon berdaun lebat.

Aku duduk di bangku sebelah pohon yang cukup besar. Mengeluarkan earphone dari dalam tas. Lagu dari 5SOS menemaniku di antara orang-orang yang berkeliaran ke sana kemari.

But now that I'm broken
Now that you know it
Caught up in the moment
Can you see inside?
'Cause I've got a jet black heart
And there's a hurricane underneath it
Trying to keep us apart
I write with a poison pen
But these chemicals moving between us
Are the reason to start again

Rupanya cukup lama aku berdiam di taman. Tanpa kusadari ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku menengok kebelakang, ternyata tidak ada siapa-siapa. Namun, betapa terkejutnya aku saat membalikkan badan.

Sosok perempuan menatapku garang.

"Nay, kamu ini gimana sih. Kita itu kan panitia, kamu malah santai-santai di sini," ujarnya.

Siapa lagi kalau bukan Venus. Suaranya sudah tak asing bagiku. Hampir setiap saat aku mendengarnya. Kalau saja dia bukan sahabatku, mungkin sudah kutinggalkan saat dia sedang mengoceh.

"Apa sih, Ven." Tatapanku tetap tertuju pada ponselku.

"Apa, apa! Dari tadi aku mencarimu. Kamu kemana aja. Bukannya membantuku, malah asyik mendengarkan musik." Ia masih saja berbicara dengan nada tinggi.

Tiba-tiba Venus duduk disampingku.

"Huft ... Kamu memang menyebalkan, Nay." Ia mulai menurunkan nada bicaranya. Kulihat raut wajahnya berubah sendu.

"Maaf, Ven. Aku sangat bosan. Kamu terus aja ngobrol sama Marsha, bahkan sampai tidak mau mendengarkanku. Aku kesal," jujurku.

"Kamu seharusnya tahu, aku melakukan hal itu demi kebaikan kita juga. Kita udah datang terlambat, gimana kalau kita dianggap sebagai panitia yang tidak bertanggung jawab," terangnya.

"Terus aja kamu ngulang kata-kata itu. Ya udahlah, aku minta maaf. Aku yang salah," ucapku mengakhiri pembicaraan.

Aku sedang tidak ingin berdebat dengannya.

Venus menatapku, memberikan senyuman lembutnya. Ia menarik tanganku dan menuntunku menuju tempat acara dilangsungkan.

Setibanya disana mataku tertuju pada seorang pria yang memakai jas hitam, menggunakan jeans senada dengan warna jasnya. Dia terlihat rapi sekali. Ketika berbalik, kulihat wajahnya.

Oh, ternyata dia. Dia terlihat berbeda.

Aku mengalihkan pandanganku dari sosok itu, tak ingin memandangnya lebih lama lagi.

"Nay, tunggu disini sebentar. Aku segera kembali." Venus berlari kecil menuju kerumunan orang yang berada di depan stage.

Aku mengambil segelas air yang disediakan di atas meja. Meneguk setiap tetesnya. Sampai seseorang memanggil namaku.

"Inaya."

Aku melirik ke sekelilingku. Mencari siapa yang memanggil namaku. Namun, tak kudapati orang itu.

"Hei, Inaya." Ia memanggil namaku sekali lagi.

"Iya. Ada apa?" Aku menoleh ke arahnya, seraya melihat siapa yang memanggilku.

Salah satu panitia, Darin namanya. Dia kemudian menghampiriku.

"Ada seseorang yang menunggumu di taman belakang."

"Siapa?" Aku berusaha mengingat apakah aku ada janji dengan seseorang sebelumnya.

"Gak tau. Tapi, dia cowok. Ganteng, Nay." Ia mengedipkan sebelah matanya.

"Kamu tidak mengenalnya, apa lagi aku. Terus aku harus ketemu sama dia gitu? Gimana kalau dia menculikku?" aku sedikit menaikkan nada bicaraku.

"Aku hanya diminta olehnya untuk menemuimu dan memintamu untuk bertemu dengannya, kenapa kamu marah padaku?" wajahnya terlihat ketakutan.

"Mau aja disuruh orang yang gak dikenal." Aku meninggalkan Darin dan pergi ke taman belakang.

Tidak bisa kupungkiri, aku merasa penasaran juga tentang siapa yang tiba-tiba ingin menemuiku.

Kulihat ada seorang pria yang berdiri di sana. Di dekat bangku taman. Dia mengenakankan jas hitam dan juga jeans senada dengan warna jasnya.

Mungkinkah dia? Tapi kalau benar dia, untuk apa dia memintaku menemuinya.

Sesaat pikiranku tertuju pada seseorang. Sebab, sebelumnya aku melihat seorang pria yang berpakaian sepertinya.

"Hei!" setengah berteriak aku memanggilnya.

Pertanyaanku langsung mendapat jawaban ketika dia berbalik.

Bukan, ternyata bukan orang itu.

💞

Back On True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang