Sebuah Nama

3.9K 261 9
                                    

Pagi ini Triss bangun dengan ogah-ogahan karena hanya tidur selama kurang lebih 2 jam. Saat semua perlengkapan sudah siap, dia turun ke bawah dan memasuki ruang makan. Dia duduk di antara Thomas dan Jully.

"Semangat ya sayang! Semoga dapet temen baru ya," Jully menyambut kedatangan Triss sambil mengoleskan selai pada roti.

"Iya Mom semoga," jawab Triss sembari melahap roti itu.

"Jangan bandel! Jangan malu-maluin Dady sama Momy kamu," Kali ini giliran Thomas yang angkat bicara.

"Siaap!" Jawab Triss sembari tangannya dikepala membuat sebuah penghormatan. "Dad Mom udah telat nih. Triss berangkat ya. Bye."

"Hati-hati! Jangan kaya kesetanan bawa mobilnya!"

*

Triss mengendarai mobil BMW merahnya dengan kecepatan yang tidak stabil. Jam tangan yang ia kenakan sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Mungkin pagi ini akan terulang sial seperti semalam. "Mampus deh gue! Bisa telat nih."

Triss merasa lega ketika melihat gerbang sekolah yang masih dibuka. Dia menggas mobilnya kencang berusaha menyelip mobil yang ada di depan. Setelah berhasil, dia lewati gerbang dan memarkirkan mobilnya ditempat parkir yang masih kosong.

Triss turun dari mobil dan mulai berjalan dengan lenggangnya. Dia memasuki halaman sekolah yang ramai. Tapi ada yang berbeda dengan tampilan mereka. Dia juga mendengar bisikan-bisikan dan tatapan tajam dari murid lain yang membuatnya risih.

"BRHUUKK" tiba-tiba Triss terjatuh bersama buku-buku tebal yang menimpa kakinya. Seseorang telah menabraknya, hingga membuatnya terjatuh mencium lantai sekolah.

"Lo punya mata gak sih! Kalo jalan hati-hati dong!" Ujarnya kesal.

Triss bangkit menatap sosok laki-laki yang sedang membereskan buku yang berserakan. Dia ikut terjongkok, membantu membereskan buku-buku itu. Dia meneliti tiap inci wajahnya, seperi mengenalnya. Tapi siapa?

"Lo itu mmm... ohhhh yang semalem nolongin gue ya?!"

Laki-laki itu berdiri, membawa buku-buku dipangkuannya. Dia hanya menatap Triss dingin tanpa ekspresi apapun.

"Ngapain kamu disini?"

"Gue? Ya sekolah lah! Yakali gue disini ikut cepirit."

"Dengan pakaian yang seperti ini?" Dia menatap Triss dari ujung kepala sampai kaki. "Ini bukan seragam sekolah sini," jawabnya dingin, sangat-sangat dingin.

"Gak mungkin, gue baru beli seragam ini kemarin disini. Bukan gue sih tapi bokap gue."

"Sekarang kamu pergi sebelum ada guru piket."

"Dih, kenapa jadi ngusir gue? Ini sekolah SMA-" belum sempat melanjutkan bicara, dia sudah memotongnya.

"Ini sekolah berbasis islam, semuanya disini memakai pakaian yang sopan dan tertutup. Sekarang cepat kamu pergi, guru piket sebentar lagi kesini."

Tanpa pikir panjang, Triss berlari menuju tempat parkir. Memasuki mobil dan mengeluarkannya dengan cepat sebelum gerbang itu ditutup.

"Jadi itu sekolah berbasis islam? Kenapa tadi gue gak sadar ya? Gue juga tadi main nyelonong aja masuk gerbang, gak dibaca nama sekolahnya dulu sih ah. Bego bego bego! Malu banget gue." pekiknya dalam hati.

Tak jauh dari sekolah tadi, Triss menemukan sekolah barunya yang hanya dibatasi dengan bangunan koprasi.

"Ternyata sekolahnya tetanggaan toohhh". Dia hanya menggidikkan bahu mendengar isi hatinya sendiri.

Mencari Kiblat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang